Sebab itu kami tidak
tawar hati, tetapi meskipun
manusia lahiriah kami semakin merosot, namun
manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. 2Kor 4:16
“Jika engkau tawar hati pada
masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.” Ams 24:10
Sebagai pelayan
Tuhan, kita harus memahami bahwa pelayanan yang kita terima sesungguhnya semua karena
kemurahan Allah belaka. Kita dipanggil,
dipilih dan dipakai-Nya bukan karena kehebatan dan kesempurnaan namun
diperhitungkan-Nya sebagai mitra kerja untuk memperluas kerajaan Allah. Namun,
tak sedikit pelayan pada akhirnya mulai lupa diri dan tak menyadari bahwa
pelayanan yang diemban karena kemurahan sang Tuan. Sebaliknya, tak sedikit juga yang semakin
lama merasa diri mereka terbatas dan tak orang pantas. Namun tak sanggup
menolaknya karena mereka semakin tahu arti panggilan itu meski dengan hati yang
hancur mereka meletakkan hidupnya di atas mezbah dengan ketekunan dan kerelaan. Memikul beban yang dipercayakan dengan
kesetiaan dan ketaatan. Terkadang merasa
tertindas, habis akal, teraniaya, dihempaskan namun mereka terus bergiat dalam
panggilan Ilahi. Mereka tidak membiarkan panggilan itu dilumpuhkan bahkan dipunahkan
karena keadaan. Sebab, dibalik keterbatasan dan kelemahan ada kekuatan yang
berlimpah-limpah diterima dari Allah. Pasrah bukan berarti menyerah namun
sebagai tanda berserah bahwa Allah memegang kendali dan berdaulat penuh atas
semua situasi hidup. Karena itu kita tidak perlu tawar hati sebab seberat
apapun tantangan Allah adalah pemegang kendali.
Ada beberapa hal yang memungkin seseorang bisa tawar hati di dalam
melayani Tuhan:
1.
Saat Injil
diberitakan (ay. 1-6).
Paulus memahami
bahwa penolakan terhadap injil yang diberitakan bukan karena Tuhan tidak sanggup
menyertai atau pun tidak berkuasa untuk bekerja di dalam hati seseorang, tetapi
karena memang pikiran mereka telah dibutakan oleh ilah zaman (Iblis) sehingga
mereka tidak sanggup melihat cahaya kemuliaan Injil yang diberitakan. Injil ditolak, namun mereka tetap bersukacita
dan bersemangat memberitakannya, sebab injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan.
Selaras dengan berita yang disampaikan, hidup mereka pun harus menjadi
kesaksian dengan menolak melakukan perbuatan tersembunyi yang memalukan. Yang
terlebih penting firman yang diberitakan tidak dipalsukan. Firman yang hidup dan menghidupkan manusia
terus dikabarkan sesuai pesannya dengan giat. Mereka memberitakan kebenaran dengan berani dan
menyerahkan diri untuk diperiksa oleh semua orang di hadapan Allah. Keberanian untuk membuka diri dan diuji oleh
orang yang tidak percaya dan melakukan pertanggungjawaban dihadapan Allah tentu
itu tidak mudah namun itu lebih baik daripada bersembunyi di balik kata-kata
rohani dan assesoris suci, hidup terus membual, dan anehnya itu semua
telah menjadi makanan sehari-hari. Namun
sebagai Rasul yang dipilih dan diutus oleh Allah, Paulus berdiri di hadapan
Allah dan sesama untuk diperiksa secara terbuka. Diri mereka menjadi jaminan bahwa
Injil yang beritakan bukan injil yang palsu, namun injil yang hidup yang membebaskan
manusia dari tawanan kegelapan. Bukan
juga injil yang menyenangkan hati manusia semata, namun injil yang menyukakan
hati Allah di surga. Di dalam pemberitaan firman yang benar terbit cahaya
kemuliaan Allah di dalam kegelapan yang pekat. Menyinari dan menerangi serta menelanjangi
semua perbuatan manusia yang jahat. Diterima atau ditolak bukan jadi soal sebab
firman itu bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi membenahi, menelanjangi dan
mengoreksi, sisi lainnya sebagai pukulan palu tanda vonis penghukuman dan
penghakiman. Karena itu tak perlu tawar hati saat ditolak karena firman yang
diberitakan tetap berkuasa dan bekerja dengan sempurna. Namun jangan lupa juga
meskipun diterima itu pun bukan sesuatu hal yang luar biasa sebab Allahlah yang
membukakan hatinya sehingga ia membuka hati, mengubah diri dan percaya. Tugas
kita, memberitakan pesan Tuhan. Jangan
ditambah dan jangan dikurang. Beritakan
bukan untuk menyenangkan dan bukan juga untuk menakut-nakutkan tetapi sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada Tuhan yang empunya berita karena itu lakukan
bagianmu. Dan biarkan Tuhan mengerjakan
bagian-Nya dan tak perlu kita mengaturnya.
2.
Saat kekuatan dipertaruhkan
(ay. 7-12)
Kekuatan dan iman
pelayan Tuhan sering dibenturkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan. Penderitaan datang silih berganti bahkan tak
henti, menghujam dan menghantam. Terkadang terkesan tak ada basa basi dan
terlihat keji. Namun harus disadari
bahwa seorang pelayan Tuhan hebat dan sangat diurapi sekalipun tidak ada
jaminan tanpa beban. Yesus yang paling
dikasihi Allah pun, faktanya pun menghadapi penderitaan yang sangat berat. Itu
sebab kita jangan pernah berpikir bahwa perjuangan dan pergulatan didalam
keberimanan kita sebagai orang percaya mudah adanya. Namun berita baiknya adalah bahwa Paulus
menyebutkan semua persoalan dan tantangan hidup akan membuat setiap orang
percaya dapat melihat kekuatan Allah yang berlimpah-limpah. Ia menceritakan dalam pengalaman pelayana
terkadang mengalami realita hidup yang tak mudah; ditindas, habis akal,
dianiaya, dan terhempas. Namun di
dalamnya mengalir kasih karunia dari Allah yang melimpah-limpah. Sungguh sukacita yang penuh bila diperkenan
untuk ambil bagian di dalam penderitaan-Nya.
Pertarungan menghadapi maut memang telah menjadi makanan sehari-hari. Dan itu tidak harus menjadi penghambat untuk
terus bergiat dalam memberitakan firman Tuhan.
Sebab di dalam Kristus ada pengharapan maka mereka bertindak dengan
penuh keberanian. Nyawa menjadi tidak ada nilai dibanding dengan pekerjaan Tuhan
yang mulia. Sehebat-hebatnya tantangan dan hambatan dalam pelayanan, bila di
dalam diri kita ada keberanian seperti yang dimiliki Paulus maka kita pun bisa
menjadi pribadi yang berani melayani Tuhan dengan penuh semangat dan menjadikan
nyawa sebagai taruhan yang tak perlu disayangkan. Yang pasti ini adalah panggilan yang
menggetarkan sekaligus suatu kehormatan.
Sehingga Paulus didalam suratnya kepada Jemaat di Filipi berkata, “hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”
Hidup matinya diberikan sepenuhnya untuk melayani Tuhan. Semua ketabahan
dan kesetiaannya adalah anugerah Allah semata. Dalam perjuangan iman kita tahu
bahwa apa yang menyebabkan kita terus bisa setia, itu karena anugerah Allah
semata. Anugerah itu membawa kita
selamat sampai sejauh ini, dan anugerah itu juga akan membawa kita pulang. Inilah kalimat yang terkenal dari John Newton
dalam Hymnenya yang terkenal, “ Amazing Grace.” Anugerah Allah yang menopang
hidup kita sehingga kita tidak pernah lelah dan tawar hati. Berfokus melihat pada anugerah Allah yang
melimpah itu mendatangkan kekuatan dan pengharapan. Pengharapan itulah membuatan kita tekun dan
ketekunan itulah yang membuat kita tahan uji.
Saat ditolak di
dalam pemberitaan injil, mungkin hati menjadi resah dan bertanya mengapa injil
yang kuberitakan ditolak? Namun tantangan selanjutnya siap menemani, terkadang
tak butuh waktu lama. Mungkin saat kita
memberitakan lalu bukan hanya mengalami penolakan tetapi menerima penganiayaan
dan berbagai tantangan. Pertanyaannya
adalah akankah kita bertahan dan menerima semua perlakuan dengan iman dan
meyakini pimpinan Tuhan tak bersalah? Next step adalah saat bukan hanya didera
dan disiksa, namun nyawa menjadi taruhannya? Ini menjadi persoalan yang tak
mudah. Kebanyakan dari orang akan pikir-pikir bahkan mungkin saja dia ditimpa
tulah. Apalagi bagi mereka yang sudah terbiasa memegang konsep bahwa melayani
Tuhan identik dengan kenikmatan dan kelancaran hidup. Kelancaran dianggap berkat dan ketidak
beruntungan dianggap kutuk. Namun bagi
Paulus penderitaan justru merupakan cara Tuhan bekerja secara nyata di dalam
kelemahan mereka. Nyawa menjadi jaminan
dalam pelayanan tentu tak jadi soal meski merasa gentar. Namun yang penting penderitaan yang dialami
bukan karena kebodohan dan kelakuan mereka yang memalukan sehingga menjadikannya
pantas menerima perlakuan yang hina.
Semua karena kemurahan Allah semata agar banyak jiwa yang tidak binasa. Semakin besar dan semakin banyak orang yang
menjadi percaya itu menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi
Allah. Keberanian yang besar itu muncul
karena sebuah pengharapan yang besar diimani. Di dalam pengharapannya, Paulus merasa ingin
segera menikmati hidup bersama dengan Yesus yang telah bangkit itu. Namun bila harus memilih maka bagi Paulus terlebih
suka hidup didalam dunia dan melayani Jemaat agar melaluinya banyak buah yang
dihasilkan. Hidup tanpa buah dirasa
kurang menyenangkan. Namun menghasilkan
buah itulah kenikmatannya. Karena itu
memang secara lahiriah ia merasa semakin merosot namun bagian batiniahnya
diperbaharui dari hari ke hari. Setiap
hari ada kekuatan yang melimpah dan sempurna.
Itu sebab ia tidak pernah menjadi tawar hati dan mengalami kebimbangan
sebab kekuatan batiniah kita semakin diperbaharui dari hari ke hari. Semua
penderitaan jasmani adalah penderitaan ringan yang tidak menghambat untuk
berjuang dalam iman dan pelayanan yang dipercayakan. Didalamnya, Tuhan mengerjakan kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya. Dengan
demikian kematian bukan menjadi persoalan, karena kekuatan yang sesungguhnya
apabila seseorang bisa melihat kekekalan sebagai harapan yang menyenangkan di
dalam iman kepercayannya kepada Tuhan.
Maka dari itu, tak perlu tawar hati
menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan ini. Di dalam dunia tak ada yang kekal, semua fana
adanya. Mempertahankan hidup hanya untuk kenyamanan tentu sangat
memalukan. Lebih mulia bagi mereka yang
rela menderita bagi sang pencipta yang dilayaninya. Tak penting sengsara, yang terpenting ada
kelimpahan kemuliaan Allah dan pelayanan yang dikerjakan dengan sukacita. Ketika kematian menjadi jaminan dalam
pelayanan mungkin saja ada kegentaran namun yang harus selalu diingat bahwa ada
Allah yang berlimpah-limpah menyertainya.
Jaminan kekal menjadi suatu harapan bahwa kalaupun harus mati berarti
mati bersama dengan Kristus dan itu adalah keuntungan. Tak ada yang menakutkan sehingga tak perlu
tawar hati. Ia hidup dan ada kehidupan
bagi mereka yang percaya dan melayani-Nya dengan setia. Tubuh jasmani boleh merosot namun tak boleh
tawar hati.
Jerry Bridges berkata bahwa ada empat
tindakan yang mendasar yang memampukan kita bertanding dalam pentandingan iman
yang baik dan mengakhirinya dengan baik: (1) Waktu setiap hari yang terfokus
dalam persekutuan pribadi dengan Allah. (2) Menerapkan injil setiap hari. (3) Komitment
setiap hari untuk menjadi korban yang hidup bagi Allah. (4) Kepercayaan yang
teguh akan kedaulatan dan kasih Allah.
Bridges mengingatkan kita bahwa tujuan kita bukanlah hanya sekedar
bertekun dan bertahan – bukan hanya berdiri teguh tetapi untuk bergerak maju
menuju garis akhir dan hadirat Allah yang mulia.
Komentar
Posting Komentar