Banyak kisah Alkitab yang memperlihatkan bahwa orang benar masuk penjara. Mulai dari Daniel, Yusuf, Para Nabi dan Rasul yang bergelut memberitakan kebenaran dengan suara lantang tanpa salah yang mereka lakukan justru dihadapkan pada tuduhan yang tampaknya dipaksakan demikian adanya, seakan-akan mereka melakukannya. Bahkan Kristus harus diadili sedemikian rupa meski tidak ada hal yang bisa dituduhkan kepada-Nya. Kisah pilu ini terus berlanjut maklum manusia telah jatuh dalam dosa. Yang salah tetap hidup jaya dan yang benar disingkirkan bila tak mau sedikit kompromi. Ini realita yang ada, tak usah jauh-jauh kisah yang paling hangat adalah Gubernur DKI Jakarta yang mendapatkan vonisan hakim dengan penjara dua tahun dan langsung ditahan di lapas Cipinang Jakarta Timur.
Hari Selasa, 09 Mei 2017 menjadi saksi yang tak terganti dan akan terus bergema sepanjang sejarah, bahwa "si penista agama" begitu yang dituduhkan kepadanya telah masuk bui jeruji besi dengan putusan yang menurut beberapa pengamat hukum, bahwa hukuman yang dijatuhkan hakim kepadanya melebihi tuntutan JPU. Orang benar masuk penjara menjadi fakta actual yang tak terelakan dan nyata-nyata ada di depan mata. Tentu bahagia sukacita bagi para lawannya karena sang pemberani itu setidaknya sudah dibui dan tak punya gigi lagi untuk menggigit karena sudah ompong. Para korupsi tentu akan tak lagi gigit jari mereka mulai kembali ke lahan empuknya, mengerauk dan meraup keuntungan dari uang negara. Mereka berlomba merapat pada sudut-sudut yang dianggap nyaman, aman dan menguntungkan. Sebab si nemo kecil sudah diperangkap pada jaring pukat nelayan gara-gara ingin menyelamatkan kehidupan banyak orang. Orang benar masuk penjara memang tak pernah ada yang menduga, kok bisa ya? Masih mudah dan rela bagi kita memahami kalau si koruptor atau pengedar narkoba, penjahat kelas kakap berada di sana tentu masuk logika. Dimaklumi kalau memang ada rasa simpati dari masyarakat luas itu berarti mereka masih peduli dan memiliki hati nurani karena mereka tahu bahwa peradilan harusnya memberikan putusan dengan bijak dan benar sehingga keadilan itu benar-benar dinyatakan. Mereka masih mencintai bukan hanya Pak Ahok tetapi juga negeri ini.
Namun tak perlu juga kita berkecil hati dengan nemo yang tertangkap itu karena kalau kita memiliki simpati, memiliki hati nurani, memiliki keadilan maka harusnya dengan nemo itu tertangkap, itu berarti kita harus belajar memiliki spiritnya sebagaimana menjadi nemo yang berani menantang arus di tengah dunia yang bengkok ini walau harus sendiri menerima resikonya. Teladan nemo harus kita hidupi, kita teladani, kita harus memiliki apinya, kalau kita tak berani seperti dirinya setidaknya kita melakukan hak dan kewajiban kita dengan benar sebagai warga negara. Kita harus berdiri dan bersaksi dengan kehidupan yang baik di hadapan semua orang di mana pun kita berada. Kita harus menampilkan cinta kasih kepada semua orang, tetapi sekaligus memperbaiki sistem yang selama ini telah rusak. Agar ketika badai itu datang, kita belajar untuk bertahan didalam keyakinan yang kita anggap perlu dipertahankan. Kita harus belajar menyatakan kebenaran dengan kuat dan lantang, sambil menjaga diri agar tidak ada celah bagi lawan untuk mendakwa kita. Kalau kita ingat kisah nemo dalam film kartun memang pengalaman berada di "aguarium tak mudah baginya." Namun semangatnya pun tak pudar karena dia tahu ada ayah yang menantinya di laut luas sana. Tentu kita menanti Pak Ahok menghirup udara segar dan berjumpa serta bersama-sama laki dengan orang-orang yang ia kasihi terutama anak dan istri, namun banyak relawan dan pro Ahok bahkan masyarakat yang dekat maupun yang jauh juga menunggunya. Tentu kita berdoa selama nemo itu ada di "aguarium" ia bahagia bersama-sama dengan teman-temannya disana dan ia selalu sehat dijaga oleh Sang Kuasa.
Hari Selasa, 09 Mei 2017 menjadi saksi yang tak terganti dan akan terus bergema sepanjang sejarah, bahwa "si penista agama" begitu yang dituduhkan kepadanya telah masuk bui jeruji besi dengan putusan yang menurut beberapa pengamat hukum, bahwa hukuman yang dijatuhkan hakim kepadanya melebihi tuntutan JPU. Orang benar masuk penjara menjadi fakta actual yang tak terelakan dan nyata-nyata ada di depan mata. Tentu bahagia sukacita bagi para lawannya karena sang pemberani itu setidaknya sudah dibui dan tak punya gigi lagi untuk menggigit karena sudah ompong. Para korupsi tentu akan tak lagi gigit jari mereka mulai kembali ke lahan empuknya, mengerauk dan meraup keuntungan dari uang negara. Mereka berlomba merapat pada sudut-sudut yang dianggap nyaman, aman dan menguntungkan. Sebab si nemo kecil sudah diperangkap pada jaring pukat nelayan gara-gara ingin menyelamatkan kehidupan banyak orang. Orang benar masuk penjara memang tak pernah ada yang menduga, kok bisa ya? Masih mudah dan rela bagi kita memahami kalau si koruptor atau pengedar narkoba, penjahat kelas kakap berada di sana tentu masuk logika. Dimaklumi kalau memang ada rasa simpati dari masyarakat luas itu berarti mereka masih peduli dan memiliki hati nurani karena mereka tahu bahwa peradilan harusnya memberikan putusan dengan bijak dan benar sehingga keadilan itu benar-benar dinyatakan. Mereka masih mencintai bukan hanya Pak Ahok tetapi juga negeri ini.
Namun tak perlu juga kita berkecil hati dengan nemo yang tertangkap itu karena kalau kita memiliki simpati, memiliki hati nurani, memiliki keadilan maka harusnya dengan nemo itu tertangkap, itu berarti kita harus belajar memiliki spiritnya sebagaimana menjadi nemo yang berani menantang arus di tengah dunia yang bengkok ini walau harus sendiri menerima resikonya. Teladan nemo harus kita hidupi, kita teladani, kita harus memiliki apinya, kalau kita tak berani seperti dirinya setidaknya kita melakukan hak dan kewajiban kita dengan benar sebagai warga negara. Kita harus berdiri dan bersaksi dengan kehidupan yang baik di hadapan semua orang di mana pun kita berada. Kita harus menampilkan cinta kasih kepada semua orang, tetapi sekaligus memperbaiki sistem yang selama ini telah rusak. Agar ketika badai itu datang, kita belajar untuk bertahan didalam keyakinan yang kita anggap perlu dipertahankan. Kita harus belajar menyatakan kebenaran dengan kuat dan lantang, sambil menjaga diri agar tidak ada celah bagi lawan untuk mendakwa kita. Kalau kita ingat kisah nemo dalam film kartun memang pengalaman berada di "aguarium tak mudah baginya." Namun semangatnya pun tak pudar karena dia tahu ada ayah yang menantinya di laut luas sana. Tentu kita menanti Pak Ahok menghirup udara segar dan berjumpa serta bersama-sama laki dengan orang-orang yang ia kasihi terutama anak dan istri, namun banyak relawan dan pro Ahok bahkan masyarakat yang dekat maupun yang jauh juga menunggunya. Tentu kita berdoa selama nemo itu ada di "aguarium" ia bahagia bersama-sama dengan teman-temannya disana dan ia selalu sehat dijaga oleh Sang Kuasa.
Komentar
Posting Komentar