Orang yang hidup dalam kebenaran, yang
berbicara dengan jujur,
yang
menolak untung hasil pemerasan,
yang mengebaskan tangannya, supaya jangan
menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan
rencana penumpahan darah,
yang menutup matanya, supaya jangan
melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat
tinggi,
bentengnya ialah kubu di atas
bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin.
Yesaya
33:15-16
Yesaya adalah
seorang nabi yang dipakai Tuhan secara luar biasa dan ia tinggal di Yerusalem,
Ibu kota kerajaan selatan (Yehuda). Ia
bernubuat selama pemerintahan Raja Uzia, Yotam, Ahaz, dan Hizkia, sekitar tahun
740 – 701 SM. Di dalam nubuatannya ia banyak bebicara tentang Allah yang hidup
dan Ia adalah Raja – Penguasa di dalam seluruh alam semesta. Kedaulatannya atas surga dan dunia. Meskipun demikian, Ia juga adalah Allah yang
menjadi penolong bagi umat-Nya. Ia
memimpin, menopang dan memelihara dengan kekuasaan-Nya. Panggilan-Nya atas umat-Nya adalah agar
mereka kembali kepada kebenaran. Dan
tidak terpengaruh oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka yang mememilih untuk hidup dalam
kebenaran berseru-seru kepada Tuhan agar perolongan-Nya dan kuasa-Nya
dinyatakan atas hidup mereka. Namun
mereka yang tetap degil hatinya dan melakukan hal yang jahat di mata Tuhan,
bagi mereka api yang menghanguskan sudah menanti sebagai tanda penghukuman dan
kemarahan. Alkitab secara tegas berkata
bahwa api yang menghasukan itu adalah api yang abadi dan tidak akan pernah
padam. Kemurahan Tuhan begitu dalam dan
kasih-Nya begitu besar, itu sebab Ia mengutus nabi untuk berbicara kepada
bangsa Israel yang hidup di zaman Perjanjian Lama. Di dalam kasih-Nya, ia mengajarkan dan
mengajak umat untuk segera kembali kepada hidup yang benar. Namun di dalam keadilan-Nya Ia menghukum
kesalahan yang dilakukan. Yang perlu
kita perhatikan dengan serius, bahwa di dalam murka-Nya Ia tidak segan-segan
untuk mendatangkan api yang menghanguskan.
Di dalam hal ini alkitab menceritakan secara penuh tentang sifat dan
karakter Allah. Ia penuh dengan kasih,
iya. Ia penuh dengan keadilan, iya. Ia penuh murka, iya. Dan di dalam bagian ini dikisahkan bahwa
ketika Tuhan mulai bangkit dan marah, maka orang-orang berdosa terkejut di Sion
dan orang-orang murtad diliputi kegentaran (ay.14). Orang-orang yang melakukan
dosa adalah mereka yang justru tinggal di Sion.
Sion adalah sebuah bukit tempat kota Yerusalem berdiri. Dengan kata lain
bahwa mereka yang berbuat dosa adalah mereka yang mengenal Allah. Ini menunjukkan kepada kita bahwa meskipun
seseorang tinggal di kota kudus, mengenal Allah, bergaul dengan sesama orang
percaya dan rajin beribadah belum tentu kelakuannya mempermuliakan Dia. Dan
yang menarik adalah penghukuman Tuhan tidak pernah pandang bulu. Ia bangkit dan berdiri bahkan berdiri tegak,
ini pertanda bahwa Ia mengherdik dan menghukum dengan wibawa dan
kuasa-Nya. Tidak ada manusia yang dapat
intervensi.
Hidup dalam
kebenaran di dalam segala ruang lingkup kehidupan memang sangat
diperlukan. Benar di hadapan Tuhan dan benar
di hadapan sesama. Ketika kita hidup
benar maka kebenaran itulah yang menjadi penuntun, penopang dan menjadi
pegangan bahkan menjadi kesaksian hidup kita.
Itu sebab Yesus berkata Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tanpa kebenaran, perkataan yang kita ucapkan
menjadi sia-sia. Dan tanpa kebenaran
hidup kita tidak memiliki kuasa.
Kebenaran itu memerdekakan. Kapan kebenaran itu memerdekakan? yaitu saat
kebenaran menjadi praktik dalam keseharian.
Dalam hal ini, kebenaran juga disejajarkan dengan kejujuran. Ketika seseorang menyatakan kebenaran maka ia
harus memahami bahwa apa yang dilakukan dan dibicarakan sesuai dengan
fakta. Tak ada ditambah atau juga tak
ada unsur yang dikurang. Bila itu ya, maka katakan ya dan bila itu tidak, maka
katakan tidak. Inilah yang disebut
kebenaran. Namun Yesus melekatkan
kebenaran bukan kepada hukum atau norma-norma manusia. Ia mengenakan kebenaran itu pada
diri-Nya. Sejak kelahiran-Nya sampai
pada kenaikan-Nya ke surga, segala perkatan dan perbuatan-Nya adalah kebenaran
itu sendiri yang tidak bertolak belakang dengan selurh nubuat yang ada dalam
kitab suci. Orang yang hidup benar,
mereka berkata jujur, tidak mengada-ada.
Fakta yang sesungguhnya menjadi pembelaan diri yang tak
terbantahkan. Kejujuran adalah fakta
bagi mereka, jujur dalam berkata-kata, jujur dalam pikiran dan jujur di dalam
hati. Jadi kejujuran dalam kebenaran
menyangkut pikiran, hati dan perkataan.
Bila semuanya tidak bertolak belakang maka itulah kebenaran, namun bila
hati, pikiran dan perbuatan bertolak belakang, itu bukanlah kebenaran. Kebenaran yang sesungguhnya harus mengikut
sertakan dan terikat dalam ketiga bagian tersebut. Itu sebab ketika Allah marah, bangsa Israel
gentar dan terkejut. Sebab menurut mereka mereka orang benar dan sudah
melakukan hal yang benar, namun melalui hati nurani, melalui pikiran mereka
segera tahu bahwa mereka sudah tidak hidup benar. Kebenaran yang sesungguhnya selalu berdiri
sebagai hakim yang menghakimi diri di setiap bagian dan sudut kehidupan kita. Allah tentu pribadi yang tahu sampai kelubuk
hati, dan kita tidak dapat bersembunyi.
Orang benar,
tandanya adalah kejujuran. Di dalam segala aspek selalu berlaku jujur. Dan kejujuran itu sekaligus menjadi modal
hidupnya. Jujur mungkin bagi kebanyakan
orang adalah kebodohan. Ada seribu
alasan yang bisa diucapkan, namun faktanya orang jujur disebut seperti orang
yang sedang berjalan di jalan yang rata (Amasl 15:19). Mereka tidak akan pernah tersandung dan
mereka mempunyai kepercayaan diri yang penuh dalam menjalani hidup ini. Tanpa kejujuran seseorang akan mengalami
ketakutan dan kepuasan semu. Tak ada
yang nikmat di dalamnya. Bagi mereka yang tidak jujur sebenarnya mereka telah
menaruh lobang di jalan kehidupan. Suatu saat, cepat atau lambat mereka akan
tersandung dan jatuh. Menjadi jujur
adalah panggilan hidup kita sebagai orang percaya. Tak perlu tergoda dengan mereka yang sudah
terbiasa hidup tanpa kejujuran namun jadilah saksi meski terkadang harus dicaci
maki karena kita berani berbeda dan melawan arus. Bila kita ingin hidup berbeda maka perlu ada keberanian yang
kuat untuk berhadapan yang arus deras yang ada di dalam dunia. Dengan kejujuran maka kita bisa mewarnai
dunia ini. Tidak ada engkau sendiri berdiri
sebagai orang benar dan jangan pernah takut.
Karena dengan berdiri sebagai orang yang jujur maka kita telah
menjauhkan diri dari pemerasan, kita telah menolak suap, bahkan dengan demikian
kita telah menjauhkan diri dari segala kejahatan. Dan Alkitab berkata, kita bukan hanya telah
menjauhkan diri dari segala kejahatan tetapi kita juga telah menempatkan diri
di tempat yang aman. Mengapa aman? Iya karena tidak ada satupun kejahatan yang
bisa menyentuh wilayah orang yang jujur.
Namun saat kita jujur dan karena kejujuran itu, justru kita diperlakukan
dengan tidak adil maka itulah salib yang Tuhan ijinkan untuk kita pikul. Dan bila kita diijinkan untuk itu, maka
jangan tawar hati dan takut sebab Tuhan adalah Raja dan penolong umat-Nya. Mungkin ketika engkau jujur, engkau ditolak
bahkan ditertawakan, itu tidak mengapa sebab kita tahu bahwa kita berdiri di
hadapan Tuhan dengan setia dan hidup kudus.
Namun bila kita kita tidak jujur maka berhati-hatilah jangan sampai, api
Tuhan segera datang atasmu!
Orang yang terus
bertahan dalam kebenaran. Firman Tuhan
mengatakan, bagi mereka tersedia pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Mereka mendiami tempat yang aman, mereka
dikelilingi dengan bentengnya, mereka mendapat persediaan roti dan air minum
mereka terjamin. Kuasa dan kasih Tuhan
selalu berserta bagi mereka yang hidup dalam kebenaran. Tak perlu takut dan khawatir atas apa yang
kita makan dan minum. Kehormatan di
hadapan Tuhan itu yang perlu dipertahankan.
Di dalam-Nya ada jaminan yang pasti, dan ini adalah janji Tuhan. Pertarungan melawan ketidak benaran dan
berjuang melawan ketidak jujuran memang fakta yang menegangkan namun kehidupanmu
sebagai orang benar segera bercahaya di dalam kegelapan. Maka dari itu, hiduplah dalam kebenaran dan
warnai lingkungan dengan benaran yang talah kita miliki di dalam Tuhan.
Komentar
Posting Komentar