Langsung ke konten utama

Apakah setelah seseorang mati masih ada pengadilan?

Tanya
Kalau memang masih ada pengadilan, berarti kita masih punya kesadaran tentang diri kita? Tetapi disisi lain katanya nanti di dunia lain kita ngga akan mengenal lagi satu sama lain, benarkah? Jika demikian berarti kita tidak punya lagi kesadaran diri kita yang dahulu!  Dengan kata lain kita total mahkluk baru yang tidak punya hubungan apa pun dengan masa lalu? Jika demikian konsekuensinya orang-orang yang berbuat dosa nantinya juga tidak punya kesadaran kalau mereka telah berdosa dan mereka juga tidak akan merasakan penghukuman akibat dari dosa, karena mereka tidak mempunyai kesadaran diri lagi alias sudah tidak bereksitensi lagi?  Kalau demikian dengan kata kasarnya kita bisa saja dengan enak berbuat dosa, karena toh kita tidak akan merasakan penghukumannya nanti, karena nantinya toh kita tidak punya kesadaran diri tersebut dan tidak akan merasakan apa-apa?
Jawab:

Peristiwa di Lukas 9:30, secara umum diterima sebagai bukti kuat saling kenalnya orang dalam surga. Di sana Yesus bercakap dengan Musa dan Elia.  Hal ini mengungkapkan bahwa setelah mati tubuh kemuliaan atau roh masih sadar, bereksistendi dan dapat dikenali. Bahkan Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyaksikan peristiwa tersebut dan mengenal mereka. Saat surga menampakan kemuliaannya, bersama dengan Kristus muncul Musa dan Elia didepan para murid. Karena peristiwa itu Petrus berkata: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia” (verse 33). Logika sedehananya adalah mereka yang masih berada dalam tubuh daging saja mengenal mereka yang telah memakai tubuh kemuliaan, apalagi kita yang nantinya sama-sama memakai tubuh kemuliaan.  Kemudian, masa Musa dan Elia sangat jauh jaraknya dengan zaman para murid namun mereka pun karena diliputi kemuliaan itu bisa mengenal orang-orang kudus yang telah meninggal pada zaman PL.  Di sini jelas kehadiran Musa dan Elia bukan sebagai malaikat atau hantu tetapi sebagai pribadi yang bereksistensi dalam tubuh kemuliaan.

Peristiwa selanjutnya Lukas 16:23, saat orang kaya mati dan pergi ke neraka, “dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.” Hal ini hendak mengisahkan kepada kita baik pemahaman,  kesadaran, pengenalan dan ingatan  masih tetap ada setelah kematian. Sehingga mereka yang berada di surga bisa mengalami sukacita dan bersekutu dengan-Nya.  Dan yang di neraka bisa mengalami kesakitan karena penghukuman itu. Logika sederhananya adalah orang kaya saja masih bisa bercakap-cakap dengan Abraham saat dia berada dalam penyiksaan dan masih mengingat tentang keluarganya serta merasakan sakitnya penghukuman itu artinya ia masih sadar penuh dengan apa yang dialaminya.
Sukacita dan persekutuan digambarkan seperti suatu pesta. Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga” (Matius 8:11). Jelas, nabi dan leluhur saling mengenal dalam pesta surgawi, dan demikian juga orang yang diselamatkan diseluruh dunia.

Rasul Paulus percaya dan mengajarkan bahwa surga adalah tempat saling mengenal bagi anak Tuhan. Di dalam 1 Korintus 13:12 “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” Di dalam dunia kita ini hanya mengenal Tuhan dan sesama dengan samar tetapi di surga kekal kita akan mengenal dengan jelas, muka dengan muka.  Pengenalan seperti ini tentu bisa terjadi karena adanya kesadaran diri yang penuh.  Di dalam kesadaran itu tahulah kita betapa mulianya kasih Allah bagi kita yang berdosa.  Itu sebab di sana kita akan dibuat terkagum karena apa yang Allah kerjakan di dalam kita dan ada kesedihan rohani yang terjadi mengapa selama berada di dunia kita telah membuang-buang waktu untuk melayani dosa dan menyakiti hati-Nya. Ini adalah emosi yang kudus yang terjadi, dimana kita merasa kurang puas karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang ada.  Setiap perbuatan dosa akan dibawa ke dalam penghadilan Allah yang suci.  Dan Allah adalah Allah yang murka, digambarkan murkanya seperti api yang menghanguskan (Ibrani 12:29). Seorang yang mengalami kasih Tuhan, tentu gairahnya adalah melakukan yang benar dan mematuhi perintahnya.  Seorang yang terus merasa bisa seenaknya berbuat dosa, itu pertanda bahwa dia adalah hamba dosa dan bukan hamba kebenaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melayani sesuai dengan Karunia

Jika karunia untuk melayani , baiklah kita melayani ; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasehati, baiklah kita menasehati. Roma 12:7,8 Karunia adalah suatu anugerah khusus yang diberikan oleh Allah kepada para pengikut Kristus untuk membangun Jemaat-Nya sehingga mereka boleh menikmati kehidupan yang penuh sukacita, damai sejahtera, serta dapat melakukan peribadatan yang benar kepada Allah dan dapat bertumbuh melaluinya. Di dalam 1 Korintus 12, kita dapat menemukan macam-macam karunia yang Tuhan anugerahkan kepada orang percaya.  Karunia bukanlah menjadi ajang untuk pertunjukan atau ajang pamer kemampuan rohani, tetapi menjadi kesempatan untuk orang percaya memberitakan tentang kemurahan Allah dan kasih-Nya kepada sesama orang percaya dan kepada mereka yang belum percaya. Kita sadar bahwa masing-masing orang memiliki karunia yang berbeda-beda, karena itu sangatlah baik kalau perbedaan karunia menjadi kesempatan untuk saling memperlangkap...

Murid yang Radikal

Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Lukas 9:23 Perjalanan mengikut Yesus adalah perjalanan sepenuh hati, pikiran dan kekuatan hidup.  Sekali mengikut-Nya berarti siap berjalan dalam hidup-Nya. Diri menjadi tak terlalu penting tetapi Yesus yang diikuti menjadi keinginan dan pembakar semangat hidup yang ditapaki.  Memang Yesus juga secara ketat dalam hal pemilihan dan pernyataan bahwa barang siapa yang mau mengikut-Nya harus berani mengabaikan diri dan mengutamakan Tuhan.  Sehingga ada yang menawarkan diri mendapat tolakkan dari-Nya sebab mengikut Yesus bukan berbicara tentang aku mendapat apa tetapi berbicara tentang aku memberi apa? Menjadi menarik saat kita tahu bahwa menjadi pengikut Yesus bukan sekedar banyak orang tetapi berbicara tentang kualitas hidup seseorang.  Artinya hidup tanpa kompromi dengan keinginan-keinginan yang selalu menjadi iming-iming ...

Anak Panah di Tangan Pahlawan

Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,  demikianlah anak-anak pada masa muda. Mazmur 127:4 Pada hari ini saya membaca sebuah buku yang sangat bagus yang berjudul, Pelajaran dari Ayah ditulis dan dikumpulkan oleh Joan Aho Ryan.  Pada halaman 27 dia mengutip kata-kata Will Rogers Jr., yang berbunyi " Warisan kepada anak-anaknya bukan kata-kata atau harta milik, tetapi harta karun yang tak terucapkan, harta karun teladannya sebagai seorang pria dan seorang ayah.  Lebih dari apa pun yang kumiliki, aku berusaha mewariskan itu kepada anak-anakku."     Pahlawan yang sudah mahir memanah tidak akan pernah salah membidik sasarannya.  Anak panah adalah andalan bagi seorang pahlawan. Seorang pahlawan tidak pernah salah memperlakukan anak panah yang dia punyai, ia akan menaruhnya dalam tabung panah dengan baik dan mempergunakannya tepat pada waktunya.  Berbicara tentang anak, bukan hanya berbicara tentang pribadi yang lucu saat ia di...