Langsung ke konten utama

Kebenaran yang Memerdekakan

Kebenaran dan kemerdekaan adalah satu hal yang erat dan mengikat satu sama lain.  Bahwa mereka yang memiliki kebenaran mereka itulah yang merdeka sebaliknya mereka yang merdeka merekalah yang memiliki kebenaran. Namun banyak juga yang merasa memiliki kebenaran namun tidak mengalami kemerdekaan. Apa sesuungguhnya yang terjadi? Bahwa orang demikian sebetulnya tidak benar-benar merdeka meski merasa merasa sudah merdeka karena kemerdekaan diperoleh di dalam kebenaran Kristus sebab Dialah sumber kebenaran itu.  

Beragama Kristen, menjadi keturunan Abraham, menjadi pelaku Taurat bukan berarti sudah merdeka karena kemerdekaan itu terjadi bila Kristus melakukan kemerdekaan atas hidup kita. Dan inilah yang ungkapkan oleh Yohanes 8:30-36.  Apa sebetulnya yang membuat orang tidak mengalami kemerdekaan yaitu karena mereka sudah terikat dengan dosa.  Ikatan tersebut berusaha mereka lepaskan dengan perbuatan baik, dengan beragama, dengan melakukan hukum moral dan hukum yang tertulis saja.  Semuanya itu memang baik namun perjumpaan dengan Kritsus dan hidup karena anugerah-Nya itulah yang sangat perlu untuk dikerjakan. Itu sebab di luar Kristus kita tidak dapat berbuat apa-apa, ini adalah suatu kenyataan yang sangat benar.  

Kebenaran dan kemerdekaan yang sejati yang Yesus lakukan membawa dampak bagi tiap-tiap orang percaya.  Mereka menjadi manusia baru dan diperkenan-Nya.  Dosa menjadi hal yang tak lagi menarik untuk mereka lakukan, kalau pun mereka jatuh dalam dosa, Roh Kudus akan menginsyafkan mereka tas dosa itu sehingga mereka dimampukan untuk berbalik kepada jalan yang seharusnya. Mereka bukanlah menjadi penggemar dosa tetapi mereka menjadi penggemar kebenaran dan tentu hal tersebut berkembang secara progresif, semakin meningkat dan semakin menuju kepada kehidupan yang lebih mulia.  Dosa bukan hanya tidak lagi menarik tetapi juga tidak lagi berkuasa atas mereka karena telah diputuskan di atas kayu Salib karena Kristus.  Lalu kemudian terbangun persekutuan dengan Allah Bapa, ada hubungan yang erat antara mereka dan hubungan tersebut tak sekedar aktivitas atau rutinitas ibadah gereja namun hubungan yang terjadi secara personal karena kuasa penebusan itu.  Ini tentu menjadi sukacita yang mulia karena dulunya manusia terpisah dan berseteru dengan Allah kini tehubung kembali hubungan yang manis bersama-Nya.  Karena kebenaran dan kemerdekaan itu maka manusia menikmati hubungan bukan hanya dengan Allah namun juga dengan sesama-Nya.  

Kasih kepada Allah itu baik namun juga perlu kasih kepada sesama manusia, itu yang Alkitab juga sampaikan. Sehingga kasih kepada sesama manusia menjadi ekpresi syukur dan sukacita karena telah menerima kasih dari Allah Bapa. Di sana seorang belajar untuk menguatkan, belajar untuk saling melayani dan berbagi, belajar untuk menjadi alat kemuliaan Tuhan.  Dan hal tersebut sudah dicontohkan oleh Jemaat mula-mula bagaimana mereka menghidupi keberimanan mereka di dalam kehidupan keseharian sehingga mereka rela berbagi kepada yang tidak punya karena mereka tahu apa yang semua semata karena kasih karunia Bapa di surga. Inilah ekspresi dari kehidupan orang yang telah mengalami kebenaran dan kemerdekaan, kiranya kita ditolong oleh Tuhan untuk menerapkannya dalam keseharian.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akibat memandang ringan hak kesulungan

“ . . . . . . . Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.” Kejadian 25:34 Ada beberapa alasan mengapa di dalam Alkitab dicatat bahwa Esau memandang ringan hak kesulungan itu: 1.   Karena dia berkata bahwa hak kesulungan itu tidak ada gunakanya baginya sebab, menurut Esau sebentar lagi dia akan  mati, ayat. 32. 2.     Karena bagi Esau hak kesulungan sejajar dengan makanan dan minuman (kacang merah), ay. 34. 3.       Karena Esau mempunyai nafsu yang rendah, Ibrani 12:16. Penting bagi kita untuk melihat kegigihan Yakub yang berusaha mendapatkan hal kesulungan tersebut dan merebutnya dari Esau. Yakub yang adalah adik Esau justru memandang pentingnya hak kesulungan itu. Dia meminta kepada kakaknya Esau melakukan barter roti dan masakan kacang merah untuk ditukarkan dengan hak kesulungan. Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa ketidakmampuan Esau dalam menghargai anugerah Tuhan, bisa saja membuat Esau bernafsu rendah dan secara mudah menyerahkan hak kesulu

Menggarami atau Digarami

Matius 5:13 Matius pasal 5 adalah merupakan bagian dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit yang ditujukan kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengawali khotbah-Nya dengan menyampaikan tentang “Ucapan Bahagia”, kemudian diteruskan dengan berkata kepada mereka, “Kamu adalah Garam Dunia”. Garam tentu bukan suatu yang asing bagi pendengarnya dan bagi kita.   Namun dari dalamnya kita bisa menemukan beberapa kebenaran yang dimunculkan melalui ayat 13 tersebut:     1.     Orang Percaya adalah “Garam” Kita mengerti garam dan juga mengerti rasanya serta kita juga mengerti fungsinya.   Sehingga garam yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di sini sebetulnya sangat mudah dimengerti oleh semua orang dan pengengarnya pada waktu itu.   Garam adalah merupakan suatu gambaran sederhana yang sengaja diangat untuk menyatakan kebenaran yang besar yang ingin Ia sampaikan.   Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai garam yang ada di dapur, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging, p

Kekristenan yang bertumbuh

Pertumbuhan merupakan suatu taget dari kehidupan Kristen.  Ketika seseorang menerima Tuhan Yesus Kristus, maka sejak itulah ia harus mengalami suatu pertumbuhan iman.  Sehingga ada istilah pertumbuhan gereja yang sebetulnya memiliki makna bukan gereja dalam arti bangunan, organisasi atau jumlah kegiatannya tetapi pertumbuhan orang-orang di dalamnya.  Dan itu melingkupi jemaat, pengurus termasuk pelayanan atau hamba Tuhan di dalamnya.  Ketika orang-orangnya banyak dalam kuantitas tetapi tidak bertumbuh dalam kualitas maka sebagai pemimpin gereja saya rasa menjadi sangat perlu bagi gereja untuk segera berbenah diri dan mengarahkan tiap-tiap orang pada pertumbuhan seperti yang Ia kehendaki. Pada siapakah gereja harus bertumbuh? Gereja harus bertumbuh pada pengenalan yang dalam akan Dia, pelayanan yang berfokuskan Dia dan kebanggaan akan Dia.  Bagaimana Kekristenan menghidupi firman Tuhan dalam hidupnya, melayani Dia, hidup benar dalam setiap ruang lingkup kehidupan dan menjadi gara