Di dalam bukunya A Grief
Observed, C.S. Lewis pernah membagikan pengalaman bagaimana ia bergumul dan
berdoa kepada Tuhan agar istrinya Joy, yang sangat dikasihinya itu disembuhkan
dari penyakit kankernya. Namun ternyata
Tuhan menjawab “Tidak.” Kematian istri
tercinta memunculkan kepedihan yang mendalam, ia mengalami suatu keadaan
kekecewaan yang begitu luar biasa. Bagi
Lewis kepedihan itu merupakan suatu tantangan yang sangat kuat bagi
imannya. Namun hal itu tidak
menghancurkan imannya kepada Tuhan melainkan hal tersebut memaksa dia untuk
lebih ingin mengenali siapa Tuhan itu sebenarnya dan apa kedudukan-Nya dalam
hidupnya. Di satu sisi ia merasa selama
ini dia telah mengenal Tuhan, namun pada sisi yang lain ia merasa sangat sulit
memahami siapakah Dia sebenarnya? Hal ini menyadarkan kita tentang suatu sikap
yang perlu bahwa betapa pun kita kecewa pada Tuhan ketika mengalami suatu
keadaan di mana rasanya Allah tak mudah di mengerti dan seakan absen dalam kehadiran-Nya,
hal itu mestinya tidak harus berakhir dengan kehancuran iman tetapi justru
menjadi persekutuan yang lebih dalam dengan Dia.
Pengalaman hidup seringkali
menjadi suatu pencetus yang sangat mudah untuk kita memberikan suatu gambaran
atau penamaan tentang siapakah Allah itu.
Di dalam Kejadian 16:1-15, kita diajarkan tentang suatu kebenaran yang
sangat penting bahwa Tuhan adalah El-Roi yang berarti Allah yang melihat
(ay.13). Di dalam segala situasi hidup,
semua ciptaan, termasuk manusia ada dalam perhatian-Nya. Di padang gurun
itu, Tuhan telah melihat pergumulan
Hagar. Perjumpaan Hagar dengan Tuhan
justru saat terjadi suatu “kemalangan” dalam hidupnya. Bagi Hagar perjumpaan
ini adalah suatu perjumpan yang sangat istimewa dan luar biasa. Sebelumnya ia
tidak pernah berdoa dan berharap untuk berjumpa dengan Tuhan. Namun siapa
sangka ternyata, perjumpaan itu menjadi momentum yang sangat penting dan
membuat Hagar memberi kesimpulannya tentang Allah, “Engkaulah El-Roi.” Apakah
Allah hanya melihat Hagar pada kondisi ini saja dan ada kejadian hidup yang
terjadi pada Hagar yang tidak Tuhan lihat? Tentu saja tidak, Allah melihat
Hagar dari sebelum ia ada dan bahkan sampai akhir kehidupannya. Allah bahkan melihat bagaimana keadaan hidup
Ismael ke depan akan seperti apa dan akan menjadi apa? Mata Tuhan melihat tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Dan karena Tuhan melihatnya, itulah yang membuat
Hagar bahagia. Itu juga berarti ketika ia berada di dalam rumah nyonyanya dalam
kondisi yang tidak menyenangkan sekalipun Tuhan melihatnya. Itu sebab ketika mendengar permintaan
Malaikat Tuhan itu kepadanya untuk kembali kepada nyonyanya meski akan
mengalami penindasan, Hagar mau mengikuti dengan taat. Dalam hal ini Hagar dibawa untuk melihat
bukan hanya fenomena tentang pekerjaan Allah tetapi Ia melihat tentang siapakah
Allah itu? Itu sebab Ia tidak ragu untuk mengikuti perintah-Nya untuk
kembali. Baginya Allah adalah Allah yang
selalu dapat dipercaya di dalam perkataan-Nya dan janji-janji-Nya. Keadaan yang
pahit, yang tidak ia suka, yang tidak menyenangkan, tidak membuatnya kecewa dan
marah kepada Allah. Terlalu banyak orang
Kristen yang melihat Allah secara fenomena saja, namun tidak mengenal dan mengalami-Nya
secara pribadi. Hidup keber-Allah-an hanya dipenuhi dengan koleksi-koleksi
mujizat, karunia rohani dan kesaksian-kesaksian hidup saja namun minus
pengenalan yang utuh akan Dia. Sehingga ketika mereka bertemu dalam pengalaman
hidup yang tidak menyenangkan mereka menjadi segera kecut dan kecewa. Semoga kita terus membangun diri dalam
pengenalan yang utuh akan Dia, sehingga kalau pun warna hidup tak sejalan dan
Tuhan seakan berada dalam ke-tiadaan tak membuat kita mempertanyakan-Nya.
Komentar
Posting Komentar