Langsung ke konten utama

Menemukan Nilai Diri


Nilai kita tidak ditentukan dari apa yang ada di luar kita tetapi dari sesuatu yang ada di dalam kita. Semakin kita merasa kurang karena sesuatu yang diharapkan datang dari luar maka kita sebetulnya semakin menjadi hampa, ketika materi, penampilan dan gaya hidup dirasa bisa menjadi penambah nilai maka seseorang akan kecewa. Sehingga menurut penelitian Emile Durkheim, terjadinya bunuh diri seringkali terjadi karena seseorang pada titik tertentu mengalami ketiadaan makna. Tidak ada tujuan hidup, tidak ada kebahagiaan dalam hidup dan akhirnya frustasi. Padahal kita dicipta dengan anugerah rasional, moral dan sosial serta spiritual yang membuat kita tidak sama seperti binatang-binatang atau ciptaan yang lainnya. Karena itu, Yesus menaruh nilai yang kuat pada setiap orang yang percaya, kita hanya dapat menemukan nilai hidup yang sejati di dalam diri-Nya. Dengan jelas Ia berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10). Sampai Agustinus pun menulis di permulaan Confessions, "Engkau telah menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri, dan hati kami tidak akan tenang sampai beristirahat dalam Engkau." Allah telah memberitakan bahwa kepuasaan yang abadi hanya ketika manusia bersekutu dengan-Nya di dalam dunia dan kekekalan.
Persekutuan dengan sang pencipta kita membuat kita tahu nilai hidup, tujuan hidup dan makna hidup. Sasaran hidup kita bukan kepada diri tetapi kepada Dia sang pencipta. Sehingga penting bagi kita menilai diri berdasarkan nilai yang telah Allah berikan kepada kita. Hal itu sama dengan harga pengorbanan-Nya di kayu salib. Uskup besar, William Tempel mengatakan, "nilai saya adalah seberapa berharganya saya untuk Allah, dan adalah nilai yang sangat besar, karena Yesus mati untuk saya." Wow, ini merupakan suatu pernyataan dan sikap orang beriman, yang mampu mengukur nilai diri secara tepat dan menilai diri berdasarkan apa yang telah Yesus kerjakan di dalam dirinya. Kiranya kita menilai diri dengan benar dan berdasarkan apa yang Alkitab katakan, tidak terjebak dengan nilai-nilai dunia ini. Ajaran Kristen tentang nilai diri menjadi sangat penting hal ini membuat kita tidak menilai diri secara rendah atau teralu merasa diri lebih dari yang lain. Sebab semua orang berarti dan mulia di mata Allah; setiap pria, wanita dan anak-anak memiliki nilai dan berharga sebagai umat manusia yang dibuat sesuai dengan gambar dan rupa Allah.
Dalam mengenal nilai diri kita tidak perlu berdiam diri namun berkarya sesuai dengan karunia yang Tuhan berikan.  Setiap orang dan setiap wilayah memerlukan kebutuhan yang berbeda-beda.  Dia daerah tertinggal atau miskin orang-orang membutuhkan air bersih dan makanan, namun dikota besar atau negara maju orang-orang membutuhkan kepedulian, perhatian, penerimaan, teman dan didengarkan. Apakah kepuasan kita? Saat tiap-tiap orang merasakan kasih dan menemukan nilai diri mereka diharapan Allah dan sesama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akibat memandang ringan hak kesulungan

“ . . . . . . . Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.” Kejadian 25:34 Ada beberapa alasan mengapa di dalam Alkitab dicatat bahwa Esau memandang ringan hak kesulungan itu: 1.   Karena dia berkata bahwa hak kesulungan itu tidak ada gunakanya baginya sebab, menurut Esau sebentar lagi dia akan  mati, ayat. 32. 2.     Karena bagi Esau hak kesulungan sejajar dengan makanan dan minuman (kacang merah), ay. 34. 3.       Karena Esau mempunyai nafsu yang rendah, Ibrani 12:16. Penting bagi kita untuk melihat kegigihan Yakub yang berusaha mendapatkan hal kesulungan tersebut dan merebutnya dari Esau. Yakub yang adalah adik Esau justru memandang pentingnya hak kesulungan itu. Dia meminta kepada kakaknya Esau melakukan barter roti dan masakan kacang merah untuk ditukarkan dengan hak kesulungan. Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa ketidakmampuan Esau dalam menghargai anugerah Tuhan, bisa saja membuat Esau bernafsu rendah dan secara mudah menyerahkan hak kesulu

Menggarami atau Digarami

Matius 5:13 Matius pasal 5 adalah merupakan bagian dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit yang ditujukan kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengawali khotbah-Nya dengan menyampaikan tentang “Ucapan Bahagia”, kemudian diteruskan dengan berkata kepada mereka, “Kamu adalah Garam Dunia”. Garam tentu bukan suatu yang asing bagi pendengarnya dan bagi kita.   Namun dari dalamnya kita bisa menemukan beberapa kebenaran yang dimunculkan melalui ayat 13 tersebut:     1.     Orang Percaya adalah “Garam” Kita mengerti garam dan juga mengerti rasanya serta kita juga mengerti fungsinya.   Sehingga garam yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di sini sebetulnya sangat mudah dimengerti oleh semua orang dan pengengarnya pada waktu itu.   Garam adalah merupakan suatu gambaran sederhana yang sengaja diangat untuk menyatakan kebenaran yang besar yang ingin Ia sampaikan.   Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai garam yang ada di dapur, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging, p

Kekristenan yang bertumbuh

Pertumbuhan merupakan suatu taget dari kehidupan Kristen.  Ketika seseorang menerima Tuhan Yesus Kristus, maka sejak itulah ia harus mengalami suatu pertumbuhan iman.  Sehingga ada istilah pertumbuhan gereja yang sebetulnya memiliki makna bukan gereja dalam arti bangunan, organisasi atau jumlah kegiatannya tetapi pertumbuhan orang-orang di dalamnya.  Dan itu melingkupi jemaat, pengurus termasuk pelayanan atau hamba Tuhan di dalamnya.  Ketika orang-orangnya banyak dalam kuantitas tetapi tidak bertumbuh dalam kualitas maka sebagai pemimpin gereja saya rasa menjadi sangat perlu bagi gereja untuk segera berbenah diri dan mengarahkan tiap-tiap orang pada pertumbuhan seperti yang Ia kehendaki. Pada siapakah gereja harus bertumbuh? Gereja harus bertumbuh pada pengenalan yang dalam akan Dia, pelayanan yang berfokuskan Dia dan kebanggaan akan Dia.  Bagaimana Kekristenan menghidupi firman Tuhan dalam hidupnya, melayani Dia, hidup benar dalam setiap ruang lingkup kehidupan dan menjadi gara