Langsung ke konten utama

Cara Hidup Bahagia

Membaca Kisah Para Rasul 4:32-37, tentu menjadi menarik karena kita menemukan suatu kehidupan umat percaya yang telah menerima dampak dari pekerjaan Roh Kudus yang tercurah di hari Pentakosta.  Mereka begitu menyukai pengajaran dan kehidupan mereka menjadi aliran yang menghidupakan bagi sesama sebagai orang percaya.  Meskipun lingkungan di mana mereka berada terus menekan sehingga membuat kehidupan mereka secara ekonomi menjadi semakin sulit dan penuh dengan tantangan karena memang status mereka sebagai pengikut Tuhan. Memang itulah hidup yang harus mereka jalankan.  Namun bukan berarti mereka tidak bisa menikmati bahagia itu karena ternyata bahagia bukan terletak dari luar namun dari dalam hati.  Bukan terletak dari apa yang kamu miliki namun terletak dari apa yang Tuhan beri.  Mungkin Tuhan tidak memberikan mereka uang yang banyak namun mereka diberi hati untuk saling memperhatikan dan peduli satu sama lain.  Sehingga mereka menikmati gelombang hidup yang Tuhan ijinkan.  Kebahagiaan mereka terletak pada kekuatan sejati dan sejiwa, rasa saling memiliki dan peduli. Selain mereka terikat dengan Tuhan dalam kehidupan namun mereka juga mengikat diri kepada sesama sebagai umat tebusan. Indahnya kehidupan bukan sekedar dijalani dengan suatu keadaan formal di persekutuan namun dijalani secara menyenangkan di keseharian.  Hati yang baru, pikiran yang baru serta semangat yang baru bersemi sedemikian rupa.  Yang susah tak berkeluh kesah karena yang punya ada yang mau membagikan milik mereka kepada yang tak punya meski itu Tuhan percaya kepada-Nya. Namun dia tidak merasa bahagia seakan dialah pemiliknya namun ia ingin berbagi sebab dirinya adalah pengelola dari berkat Tuhan.  Aku memang memiliki karena Dia beri namun bukan kumiliki secara serakah karena untuk tujuan berbagi.  Sejatinya apa yang aku punya juga "punya sesama" dan aku punya milik Tuhan adanya. 

Biarlah kiranya tiap-tiap kita memiliki hati seperti orang Kristen perdana.  Cara hidup bahagia adalah memiliki untuk berbagi.  Milik Tuhan layak dinikmati sesama dan dikembalikan untuk pekerjaan Tuhan. Apa sebetulnya bahagia itu?  Yaitu ketika kita memiliki kemudian membagikan kepada orang lain yang perlu.  Melihat orang lain bahagia tentu menjadi sukacita kita bersama.  Kalau kita punya, maka kita ingin orang lain merasakan bahagia dengan apa yang kita punya. Tak selalu bernilai materi namun bisa berupa karunia dan talenta yang kita bisa bagi.  Tak selalu uang atau makanan namun perhatian dan kehidupan benar yang bisa menjadi berkat. Ibarat air ketika ia berhenti mengalir maka tidak ada manfaat bagi orang lain meski kita sendiri yang bahagia namun sebetulnya kita belum bisa menemukan makna bahagia yang sebenarnya sebelum kita belajar keluar dari diri kita.  Bahagia yang sesungguhnya adalah saat bahagia itu bisa dirasa oleh sesama dan untuk kemuliaan nama Tuhan. Jadi tahulah kita kenapa janda miskin rela memberi dari kekurangannya karena dia sudah menemukan makna bahagia yang sesugguhnya.  Karena itu, mulailah membagiakan anak, istri dan suami.  Karyawan, atasan dan semua orang yang terdekat dengan kita. Selamat menjalani kehidupan bahagia di tiap-tiap hari hidup kita untuk hormat nama-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akibat memandang ringan hak kesulungan

“ . . . . . . . Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.” Kejadian 25:34 Ada beberapa alasan mengapa di dalam Alkitab dicatat bahwa Esau memandang ringan hak kesulungan itu: 1.   Karena dia berkata bahwa hak kesulungan itu tidak ada gunakanya baginya sebab, menurut Esau sebentar lagi dia akan  mati, ayat. 32. 2.     Karena bagi Esau hak kesulungan sejajar dengan makanan dan minuman (kacang merah), ay. 34. 3.       Karena Esau mempunyai nafsu yang rendah, Ibrani 12:16. Penting bagi kita untuk melihat kegigihan Yakub yang berusaha mendapatkan hal kesulungan tersebut dan merebutnya dari Esau. Yakub yang adalah adik Esau justru memandang pentingnya hak kesulungan itu. Dia meminta kepada kakaknya Esau melakukan barter roti dan masakan kacang merah untuk ditukarkan dengan hak kesulungan. Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa ketidakmampuan Esau dalam menghargai anugerah Tuhan, bisa saja membuat Esau bernafsu rendah dan secara mudah menyerahkan hak kesulu

Menggarami atau Digarami

Matius 5:13 Matius pasal 5 adalah merupakan bagian dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit yang ditujukan kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengawali khotbah-Nya dengan menyampaikan tentang “Ucapan Bahagia”, kemudian diteruskan dengan berkata kepada mereka, “Kamu adalah Garam Dunia”. Garam tentu bukan suatu yang asing bagi pendengarnya dan bagi kita.   Namun dari dalamnya kita bisa menemukan beberapa kebenaran yang dimunculkan melalui ayat 13 tersebut:     1.     Orang Percaya adalah “Garam” Kita mengerti garam dan juga mengerti rasanya serta kita juga mengerti fungsinya.   Sehingga garam yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di sini sebetulnya sangat mudah dimengerti oleh semua orang dan pengengarnya pada waktu itu.   Garam adalah merupakan suatu gambaran sederhana yang sengaja diangat untuk menyatakan kebenaran yang besar yang ingin Ia sampaikan.   Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai garam yang ada di dapur, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging, p

Kekristenan yang bertumbuh

Pertumbuhan merupakan suatu taget dari kehidupan Kristen.  Ketika seseorang menerima Tuhan Yesus Kristus, maka sejak itulah ia harus mengalami suatu pertumbuhan iman.  Sehingga ada istilah pertumbuhan gereja yang sebetulnya memiliki makna bukan gereja dalam arti bangunan, organisasi atau jumlah kegiatannya tetapi pertumbuhan orang-orang di dalamnya.  Dan itu melingkupi jemaat, pengurus termasuk pelayanan atau hamba Tuhan di dalamnya.  Ketika orang-orangnya banyak dalam kuantitas tetapi tidak bertumbuh dalam kualitas maka sebagai pemimpin gereja saya rasa menjadi sangat perlu bagi gereja untuk segera berbenah diri dan mengarahkan tiap-tiap orang pada pertumbuhan seperti yang Ia kehendaki. Pada siapakah gereja harus bertumbuh? Gereja harus bertumbuh pada pengenalan yang dalam akan Dia, pelayanan yang berfokuskan Dia dan kebanggaan akan Dia.  Bagaimana Kekristenan menghidupi firman Tuhan dalam hidupnya, melayani Dia, hidup benar dalam setiap ruang lingkup kehidupan dan menjadi gara