Alkitab memang
memberikan gambaran mengenai karunia-karunia roh. Baik itu karunia berbahasa
roh, bernubuat, mengajar, menasihati, memimpin dan lainnya. Namun, karunia itu
bukanlah sebuah jaminan mutlak yang membuat seseorang dipandang lebih hebat
atau lebih kudus dari yang lainnya. Ananias, orang yang diutus Tuhan untuk
menyembuhkan mata Saulus di Damsyik, tidaklah diceritakan lebih jauh dalam
alkitab. Padahal, dirinya seolah memiliki karunia yang “luar biasa” di mana
orang buta (Saulus) dan menjadi sembuh dan membuka matanya. Karunia itu tidak
dipandang sebagai sesuatu yang pantas dibesar-besarkan dalam cerita-cerita
tokoh-tokoh dalam alkitab.
Paulus sendiri adalah orang yang
ditunjuk Tuhan dan dipakai Tuhan luar biasa untuk memenangkan banyak jiwa.
Paulus membuat banyak mujizat, bahkan saputangannya pun dapat menyembuhkan
orang sakit. (Kis 19:11-12). Namun Paulus sendiri sudah berseru pada Tuhan
untuk mencabut duri dalam dagingnya, yaitu seorang utusan iblis untuk menggocoh
dirinya. (2 Kor 12:7). Sebagai seorang biasa, kita akan selalu bertanya-tanya,
bagaimana mungkin, Paulus yang memiliki kuasa menyembuhkan orang lain, tidak
dapat “menyembuhkan” dirinya sendiri?
Karunia yang Paulus miliki tidak
menjamin dirinya memperoleh keselamatan dari Tuhan. Justru kerendahan
hatinyalah yang Tuhan mau terus ada dalam dirinya, sehingga Tuhan mengizinkan
duri dalam daging itu ada dalam diri Paulus sehingga dirinya tak bermegah.
Karunia-karunia akan menjadi
sempurna bila dimanifestasikan dalam bentuk kasih. Kita patut bertanya,
perlukah kita memiliki berbagai macam karunia, tapi kita kehilangan kasih dan
kerendahan hati?
Penulis:
Komentar
Posting Komentar