Pada suatu hari, sekitar pukul tiga sore,
Petrus dan Yohanes pergi ke Bait Allah.
Di situ ada seorang laki-laki, yang
lumpuh sejak lahir sehingga ia harus diusung-usung. Tiap hari, orang itu
diletakkan dekat pintu gerbang Bait Allah, yang disebut Gerbang Indah, untuk
meminta sedekah kepada orang-orang yang masuk ke sana.
Ketika orang itu melihat bahwa Petrus
dan Yohanes hendak masuk ke Bait Allah, ia pun meminta sedekah. Petrus berkata kepadanya: "Emas
dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi
nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!"
Hari itu, nama Allah dipermuliakan karena
semua orang melihat dengan mata kepala sendiri kalau orang itu menjadi bisa berjalan,
bahkan kemudian melompat-lompat sambil memuji Allah.[1]
Ketika engkau punya Kristus dalam hidupmu,
maka engkau sudah punya segalanya, walau emas dan perak tidak ada padamu.
Ketika engkau hanya punya emas dan
perak dalam hidupmu, maka sesungguhnya engkau belum pernah punya apa-apa.
Voltaire pernah mengucapkan kalimat yang
begitu sinis, tapi mungkin benar adanya, "Di depan uang, agama semua
manusia itu sama." Uang
memberi manusia "false pride"
dan "false security". Asal pegang uang, entah kenapa,
si manusia berdosa ini merasa punya alasan untuk diperlakukan dengan hormat,
termasuk untuk merasa aman sentosa.
Bukankah perkara mengumpulkan harta di
dunia ini laksana meminum air garam; makin diminum, malah makin haus? Makin kaya,
malah makin merasa kurang?
"Apa gunanya seorang memperoleh
seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti
nyawanya?" tanya Yesus satu kali.[2]
Karena itu, Alkitab memerintahkan orang-orang
pilihan untuk berkecukupan dalam hal materi,[3] namun
harus berkelimpahan dalam sukacita dan damai sejahtera.[4] Bukan
sebaliknya.
Di manakah sukacita dan damai sejahtera
itu bisa ditemukan kalau begitu? Di salib Kristus.
Di manakah salib itu bisa ditemukan?
Beritakanlah Injil; karena siapa pun yang memberitakan salib, ia pasti langsung
di"salib"kan.
Tidak heran jika Matius, si konglomerat
pemungut cukai, rela meninggalkan segalanya hanya karena Yesus berkata
kepadanya: "Ikutlah Aku." Matius tahu, yang harus
diutamakan sudah memanggilnya.[5]
Penulis,
Yoghan
Komentar
Posting Komentar