Orang yang jahat terjerat
oleh pelanggarannya, tetapi orang benar akan bersorak dan
bersukacita. Amsal 29:6
Nikmat menjadi pejabat
itulah yang memikat, karena itu banyak orang berlomba-lomba mulai dari cara
yang halal sampai cara yang tak benar mau menjadi pejabat. Memang itu dunianya, tak usah terkejut dan
bertanya. Orang yang paling aneh di sana
justru mereka yang lurus jalannya dan sellau hidup dalam kebenaran. Mereka tertawa melihat orang benar yang
terlihat seperti orang bodoh, hidup dengan jujur dan tak mau sedikit membaur,
maklum dunianya memang demikian. Alhasil semua orang berlomba bukan menjadi
baik dan benar tetapi menjadi penikmat dan meraup keuntungan dan kekayaan
meskipun harus menjual dan menggadaikan harga diri. Teman bagi mereka orang yang kompromi tetapi
musuh baginya bila ada orang yang menentang dan berbeda selera. Itulah dunia pejabat, nikmat memang karena
dihormati dan dihargai saat menjabat dan belimpah namun bila tersentuh kasus
hukum itu yang menyedihkan, mereka mencoba memberikan klarifikasi dan pembelaan
diri. Tak hanya pada mereka yang tinggi
pangkat, bawahanpun sama adanya. Jeritan
tangis memohon agar diampuni dan tak dihukum itulah yang terjadi namun fakta
harus berkata, hukum meskipun tidak sepenuhnya bisa menjeratnya tetapi banyak
juga yang masuk penjara. Memang
menyedihkan, nikmat seorang pejabat bukan digunakan melayani rakyat dan
membangun masyarakat tetapi untuk melayani diri dan kepuasan hati. Maka kita terus perlu mengevaluasi diri agar
tidak tergolong menjadi pejabat yang jahat dan terjerat karena pelanggaran
tetapi jadilah sebagai orang yang benar sehingga dapat bersukacita dan tak
gentar berhadapan dengan segala ujian dan pujian yang bisa menjatuhkan sehingga kita hidup dapat memberikan
pertanggungjawaban dalam segala hal yang dikerjakan dan dipercayakan.
Ingat nikmat itu sesaat,
namun harga diri dan kebenaran selalu kekal adanya. Tak penting dihormati dan tidak saat menjabat
sesorang harus masyarakat, itulah tugas
yang harus diingat. Kepuasan yang didapat bukan saat orang bersorak dan
memberikan pujian pada dirinya tetapi bagaimana Allah yang dilayani dimuliakan
dengan tangan suci itu. Orang benar
hanya perlu hidup mengikuti semua kebenaran dengan kekuatan hati dan
konsistensi dalam perbuatan serta ketaatan.
Bila A hendak katakan A dan bila B hendak katakan B. Tak perlu kompromi
apalagi membohongi hati nurani dan menumpulkannya. Hanya mereka yang sudah mati nurani dan terbiasa
mengabaikan suara hati yang berjalan sesuai dengan selara dan keinginan belaka.
Tak hanya tumpul tetapi bebal dan kebal
terhadap tuduhan yang bersuara di dalam hati.
Memang bisa dimengerti, jalan
hidup mereka telah sesat dan tak ada kerinduan untuk bertobat. Penjarapun
menjadi tempat untuk memuaskan diri dan menepuk dada, bukan tanda perlu adanya
pemberesan dan pertobatan. Melalui media
masa, mereka bersuara dan merasa merdeka karena bisa berbicara apa saja namun
semakin banyak mereka berbicara sebenarnya mulut sang pendusta selalu terdengar
lebih jelas, isi dustanya sehingga tak perlu banyak kata. Tak perlu menutupi diri di dalam retorika dan
basa-basi yang tak bernyali, mari akui kesalahan diri dan secara jantan
menerima akibat yang harus ditanggung.
Penjara dan air mata bukanlah akhir dari kehidupan, karena di depan
selagi ada kehidupan masih ada tangan Tuhan yang terbuka menyambut ciptaan,
asal ada pertobatan yang nyata.
Kebenaran meskipun pahit
dan dibenci namun cepat atau lambat akan muncul bagi emas yang murni keluar
dari bara api. Tak perlu orang berkata
itu emas atau bukan tetapi dengan sendirinya emas akan tetap emas dan tak perlu
pembuktian diri. Namun sebaliknya,
sepintar-pintarnya seseorang menyembunyikan diri dan berbasa-basi serta
berlagak bak orang suci, suatu saat karakter yang dimiliki itulah yang menjadi
bukti yang tak dapat dihindari. Jadilah pejabat
yang bertangan suci, membangun infrastruktur dan kehidupan masyarakat agar
semakin meningkat sekaligus masyarakat bersyukur karena hidup makmur. Kesejahteraan rakyat adalah kebahagiaan pejabat,
itu seharusnya. Namun menjadi tak bisa dimengerti
bila ada pejabat yang senang melihat masyarakat menderita dan melarat. Tentu tahulah kita bahwa sebetulnya, dia tak
pernah tahu tugas dan tanggungjawabnya yang seutuhnya. Pendidikan rakyat perlu diperhatikan dengan membangun
gedung-gedung sekolah dan fasilitas yang memadai sehingga pendidikan menjadi
bermutu dan maju. Anak bangsa semakin
cerdas dan memiliki semangat untuk mencapai cita-citanya. Transportasi semakin memadai dan aman. Jalan semakin layak dan dapat mempermudah
akses masyarakat untuk pergi ke berbagai tempat. Tak ada gunaya terjerat dalam nikmat sesaat. Bukankah lebih nikmat melihat semua
masyarakat sehat, cerdas dan bahagia. Mereka bisa hidup dengan aman dan nyaman
di negerinya sendiri. Kini masyarakat
membutuhkan solusi yang terbukti dan teruji dan bukan sekedar janji basa-basi. Itu sebab kesempatan menjabat bukan menjadi
tempat untuk menjadi penikmat jabatan tetapi menjadi tempat untuk membangun
masyarakat agar menikmati pengharapan di masa depan. Apa yang dibangun hari ini menjadi sangat
berdampak untuk kehidupan di hari depan.
Mungkin pada saat itu kita tidak tahu orang-orang yang menikmatinya
tetapi dapat dipastikan mereka akan tahu siapa kita yang telah berkarya
nyata. Meskipun tinggal nama, namun
karya dapat dirasa karena bermakna adanya. Kehadiran kau selama menjabat
mengubahkan dan dirasakan. Tak sekedar
itu mungkin saja jejakmu diikuti oleh pemimpin-pemimpin muda yang ada di depan.
Bukankah itu adalah ukiran prestasi dan kebahagiaan yang tak terkatakan. Lebih baik menempuh jalan hidup kebenaran
karena jejak akan bertaburan dan dirasakan serta tersimpan daripada menempuh
jalan hidup kehinaan namun kehidupan tak dirasakan dan terbuang.
Komentar
Posting Komentar