Robert F. Kennedy, Jr. pernah mengatakan bahwa “semua orang pada dasarnya memiliki lubang kosong di dalam diri mereka yang berusaha mereka isi dengan uang, obat terlarang, alkohol, kekuasaan dan ternyata tidak ada satu pun dari benda material tersebut berhasil mengisi kekosongan itu.” Apa yang menjadikan berhasil? Ahli matematika dan filsuf Perancis, Blaise Pascal mengatakan, “Ada kehampaan berbentuk Tuhan dalam hati setiap manusia yang tidak bisa diisi oleh benda ciptaan apa pun, melainkan hanya oleh Tuhan sang Pencipta, yang dikenal melalui Yesus Kristus yang sanggup mengisinya.” Senada dengan hal itu St. Augustinus berkata, “Hati kita terus gelisah sampai menemukan tempat perhentian dalam Tuhan.”
Mazmur 13:1-6 merupakan bagian
dari kisah kehidupan Daud yang dalam kegelisahannya menjerit kepada Tuhan
melalui pertanyaan, pertanyaan yang diajukan How Long, O Lord? Sebab,
Tuhan yang menjadi sandaran hidup seakan telah melupakannya. Bukan hanya itu, Ia seperti terlihat
menyembunyikan diri di saat-saat yang paling dibutuhkan. Akibatnya, pemazmur mengalami kekuatiran
seorang diri dan merasakan pahitnya hari-hari yang dijalani. Padahal pertanyaan berapa lama lagi tidak
diajukan kepada kevakuman, kekosongan, atau kepada langit dan bintang-bintang,
melainkan kepada Allah yang hidup. Allah
terlihat mengulur-ulur waktu dan membiarkannya seorang diri berada dalam
kondisi yang sulit. Ketika sesuatu yang
tidak menyenangkan terjadi atas kita, maka proses waktu cenderung menjadi lebih
panjang dan lebih lama. Sebaliknya
ketika sesuatu yang membahagiakan terjadi, waktu seakan menyatakan dirinya
terlalu singkat. Waktu adalah ruang yang
paling tepat bagi Allah untuk kita mengalami pembentukan-Nya. Iman kita terkadang dimurnikan oleh Tuhan
dalam “ruang hampa,” yaitu jeritan tanpa jawaban. Bukankah mudah bagi kita untuk memuji dan
memuliakan Tuhan saat “wajah Tuhan terlihat” dan tangan-Nya terulur? Tetapi apakah kita akan tetap beriman dan
percaya sekalipun awan gelap seperti menutupi wajah Tuhan? Pada bagian ini,
pemazmur harus belajar untuk beriman dalam kondisi yang tidak mudah. Inilah
dinamika pergumulan orang yang beriman kepada Tuhan, ia tidak melarikan diri
dari realitas kesulitan dan penderitaan yang dihadapi, dan di tengah-tengah
pergumulan hidup ia terus menerus berharap kepada Allah.
Namun yang paling menarik adalah
dalam situasi hidup yang tidak mudah sekalipun pemazmur masih tetap dengan rela
hati untuk terus datang kepada Tuhan dan mengharapkan jawaban dari
pada-Nya. Ia sadar betul bahwa hanya
Tuhan yang sanggup membuat matanya bercahaya, dan yang sanggup membawanya terus
terbangun (tersadar) serta keluar dari genggaman rasa “kematian” itu. Ada kekuatan hati yang ia taruh bahwa sebagai
orang beriman ia tidak boleh goyah memikul beban berat itu karena bila ia goyah
maka musuh-musuhnya akan merayakan sukacita karena kekalahannya. Suatu pernyataan iman yang teguh dari seorang
Daud yang sangat mengagumkan, baginya dalam situasi yang gelap sekalipun ia
tetap menaruh percaya kepada Tuhan.
Dalam bagian ini Daud bukan hanya tidak gentar dan tidak goyah
menghadapi pergumulan hidup tetapi ia terus dapat melihat bahwa setia Tuhan
kepadanya tidak pernah bergeser meskipun kegelapan dan pahitnya hidup
dialaminya. Rasa sukacita itu tidak beranjak daripadanya meski dalam sitauasi
yang pelik sekalipun, dan Allah tetaplah
penyelamat bagi orang percaya. Tuhan
tidak pernah berbuat jahat atau melakukan kejahatan dalam situasi apapun. Kebaikan Tuhan selalu hadir dan baginya bukan
hanya bisa dirasakan dalam kondisi yang menyenangkan saja tetapi dalam kondisi
yang tidak menyenangkan sekalipun ternyata kebaikan Tuhan terus melimpah dan
mengalir dalam hidupnya. Akhirnya, tak
putus-putusnya memuji Tuhan di dalam semua situasi hidup Allah tetaplah
sempurna dalam kebaikannya bagi orang percaya. Dan hanya Allah saja yang sanggup mengisi
hidup kita dengan kasih setia dan kebaikan-Nya. Amin
Komentar
Posting Komentar