Kisah seorang janda di dalam 2 Raja-raja 4:1-7, membuka suatu mindset yang baru mengenai suatu tindakan yang diperlukan saat berhadapan dengan kondisi yang sangat tak mudah. Dalam keadaan yang sangat genting (urgensi), biasanya seseorang sering kali mengalami galau, bingung, penuh beban, tak berdaya, lesu, putus asa dll. Namun yang menarik, seorang janda dalam kisah ini mengungkapkan tentang fakta yang sangat penting. Ia memang seorang janda yang rapuh dan lemah serta tak berdaya bila dibanding dengan situasi dan kondisi yang ia hadapi, sebab suaminya yang adalah nabi itu, telah mati. Kematiannya tidak hanya meninggalkan dua anak yang kini bersama dengannya tetapi kematiannya meninggalkan hutang yang tak sanggup mereka lunasi. Dan kini ia harus menjadi seorang janda memikul beban yang tidak mudah itu. Bahkan ditambahkan, di dalam rumahnya pun tidak ada sesuatu pun yang mereka punya untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Artinya, kebutuhan yang paling dasar pun tidak mereka miliki. Kini karena hutang, anaknya mau tidak mau harus menjadi jaminan dan menjadi budak agar bekerja untuk melunasi hutang mereka. Suatu tradisi pada jaman dahulu, bila sesorang tidak dapat membayar hutangnya, maka maka pemberi utang diizinkan untuk mengambil anak pemimjam sebagai gantinya. Budak semacam itu bisanya diperlakukan sebagai orang upahan dan masa pengabdiannya dibatasi (Im.25:39-43).
Ketika sesorang berada dalam tekanan yang tidak mudah, secara wajar pasti seseorang akan mencari sesorang untuk berkisah tentang apa yang dialaminya. Dalam hal ini, seorang janda yang adalah istri salah seorang nabi ini menjumpai Elisa dan berkisah bahwa suaminya sudah mati, namun meskipun demikian ia adalah orang yang takut akan Tuhan. Dari semua kisah hidup suaminya yang dia ingat hanya satu, bahwa sikapnya yang takut akan Tuhan itu telah menjadi suatu pengaruh yang besar dalam hidupnya. Dengan kata lain, ia ingin mengatakan bahwa, "meskipun suaminya sudah mati, tetapi semasa ia hidup, ia hidup benar, tidak menyimpang, dan ada rasa takut dan gentar kepada Tuhan. Takut akan Tuhan ternyata menjadi kata kunci yang mempengaruhi seseorang bahkan keluarganya. Kalau dipikir-pikir ternyata orang yang takut akan Tuhan tak serta merta hidupnya berjalan dengan mulus dan enak. Lika liku perjalanan kehidupan selalu menghampiri disaat -saat yang tak pernah terduga.
Ketika sesorang berada dalam tekanan yang tidak mudah, secara wajar pasti seseorang akan mencari sesorang untuk berkisah tentang apa yang dialaminya. Dalam hal ini, seorang janda yang adalah istri salah seorang nabi ini menjumpai Elisa dan berkisah bahwa suaminya sudah mati, namun meskipun demikian ia adalah orang yang takut akan Tuhan. Dari semua kisah hidup suaminya yang dia ingat hanya satu, bahwa sikapnya yang takut akan Tuhan itu telah menjadi suatu pengaruh yang besar dalam hidupnya. Dengan kata lain, ia ingin mengatakan bahwa, "meskipun suaminya sudah mati, tetapi semasa ia hidup, ia hidup benar, tidak menyimpang, dan ada rasa takut dan gentar kepada Tuhan. Takut akan Tuhan ternyata menjadi kata kunci yang mempengaruhi seseorang bahkan keluarganya. Kalau dipikir-pikir ternyata orang yang takut akan Tuhan tak serta merta hidupnya berjalan dengan mulus dan enak. Lika liku perjalanan kehidupan selalu menghampiri disaat -saat yang tak pernah terduga.
Namun yang menarik Elisa, mau mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan suatu solusi yang tidak masuk diakal. Seorang janda diminta untuk meminjam buli-buli kepada tetangga dan menuangkan minyak yang ada dalam buli-buli yang ia miliki dalam keadaan pintu tertutup hingga penuh. Terkadang disinilah letak "rahasia" pemeliharaan Tuhan, tak masuk akal, berbeda dari apa yang kita harapkan, namun perlu sikap yang taat untuk melakukannya. Dalam hal ini, Allah ingin memakai tangan kita untuk mengerjakan maksud-Nya. Inilah sikap yang perlu kita miliki dalam menghadapi semua situasi hidup. Selalu berjalan mengikuti pimpinan Tuhan yang "tidak masuk akal." Ketika bejana kosong itu diisi maka secara sadar atau tidak sebetulnya kita sedang mengisi hati kita, pikiran kita dan sikap kita terhadap cara kerja Tuhan yang sempurna. Minyak yang di dalam buli-buli itu adalah minyak yang sangat mahal harganya, dibuat dari buah zaitun yang diperas, dan bernilai sangat tinggi. Minyak ini digunakan untuk memasak, pengobatan, merias diri dan upacara pengurapan (1 Taw. 11:3). Minyak ini juga dipakai untuk menyalakan lampu dan menjadi bagian campuran untuk persembahan kepada Allah. Ternyata siapa pernah sangka, minyak yang tersimpan dalam buli-buli itu memiliki sumbangsih yang sangat baik untuk kehidupan mereka ketika Tuhan bekerja di dalamnya. Terkadang apa yang tidak pernah kita sangka-sangka itulah yang digunakan oleh Tuhan untuk menyadarkan kita bahwa Tuhan selalu punya cara yang berbeda dari cara manusia, meski terlihat sangat remah. Namun relakah kita dipakai dan diprosesnya dalam semua keadaaan?
Hasilnya sangat indah, akhirnya mereka bukan hanya terbebas dari penagih hutang tetapi penuh sukacita karena bisa melihat tangan Tuhan sempurna. Meski suaminya telah mati, tetapi Tuhan itu hidup adanya. Kini mereka boleh menjual minyak itu, membayar hutang-hutangnya dan menjalani hidup yang bahagia bersama dengan anak-anaknya. Dalam pemeliharaan Tuhan, mereka boleh menikmati dari yang "lebih" dan itu cukup untuk kelanjutan kehidupan selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar