Modal berani seakan sudah menjadi aksi trend masa kini. Bahkan seakan
siapa yang paling berani dialah pemenangnya. Lihat saja gaya manusia di
jalan raya, siapa yang berani duluan marah itulah yang menang tak
penting benar atau salah. Yang lebih mengherankan modal berani tak
hanya ada di jalanan namun kini masuk ke media sosial entah apa yang ada
dalam pikirannya; berani tampil tak senonoh, berani berkata tanpa makna
dan berani mengkritik, memaki-maki orang tanpa sadar diri dan
inilah dunia kita. Tak usah jauh dunia politik pun sudah diracuni
dengan modal berani. Tak perlu disebutkan baik yang pro maupun yang
kontra seakan bersikap membabi buta, tak penting benar atau salah, baik
atau tidak, yang penting si A, tidak terpilih untuk priode berikutnya.
Baju agama pun tak mau kalah, dengan aksinya mengumbar rasis dari tempat
sucinya, bersuara lantang dan tak kenal malu. Entah dari mana asal
ayatnya itu tak penting, yang penting hasratnya sudah digemakan. Baju
agama memang paling gampang digunakan untuk aksi apa pun, asal ada baju,
dan mimbar maka menjadi mulus sudah aksinya. Wow salut dengan kata
modal berani. Dengan kata itu orang pun "berani membunuh yang lain"
bila tidak sejalan. Namun tidaklah bijak bila orang percaya hanya
bermodalkan berani karena Alkitab pun berkata, "kita perlu cerdik
seperti ular dan tulus seperti merpati." Ular digambarkan sebagai suatu
sosok yang cepat, ahli taktik, penuh tipu daya dan tangkas serta penuh
dengan idealis. Sementara burung merpati adalah sosok yang tulus, tidak
melakukan tipu daya, ia lurus jalannya, setia pada kebenaran dan
mengetahui jalan yang ia tempuh. Kiranya hal ini menyadarkan diri kita
tak asal bermodal berani namun menjalani hidup dengan sikap bijak dan
terukur sesuai dengan kebenaran yang hakiki. Peganglah kitab yang benar,
supaya tak asal bertindak. Ikutilah pemberita yang arif agak tidak naif dalam beragama. Terlalu banyak kebodohan yang terjadi bila menjalani hidup dengan asal berani. Banyak kerugian dan penyesalan yang tak mungkin ditebus dikemudian hari.
Berani berbuat benar itulah yang masuk akal. Berani menyuarakan kebenaran tanpa kekerasan fisik dan mental. Di mana harapan dunia? Harapannya ada pada orang yang bermental emas. Tak sekedar modal berani namun penuh hikmat dalam bertindak. Keberanian tanpa hikmat adalah kecerobohan yang tak termaafkan. Itulah yang terjadi dengan Farisi, Saduki dan ahli Taurat. Berani mempengaruhi orang banyak dan meneriakkan tentang kebencian mereka terhadap Yesus, sehingga dengan sengaja mereka menjebak-Nya, menuduh-Nya dan menyalibkan Dia. Keberanian mereka yang luar biasa ini membuat kita bertanya, "roh apa yang sedang merasuk mereka?" Dengan rohani kita berkata roh setan yang menggiring mereka untuk berbuat demikian. Namun menurut saya adalah roh yang bermodalkan keberanian yang membawa mereka ke sana. Sehingga keberanian itu membawa mereka sampai berani menantang Sang kuasa. Perbuatan mereka telah membabi buta dan bertindak keluar dari petunjuk kitab suci, mereka telah menafsir firman berdasarkan kepentingan mereka sendiri. Allah dan agama serta kitabnya hanya asesoris saja agar terlihat benar dan yang dikata sesuai kehendak-Nya. Demikian juga dengan pendeta masa kini karena modal berani, bersuara lantang di atas mimbar ini dan itu. Tak tahu apa yang dikata, lancar bicara dan banyak kata-kata hanya hiasan dari semua berita namun tak ada isinya. Entah jemaat mendengar pesan apa? Itu tak penting yang penting mendapat perhatian dan mendulang keuntungan. Kalau begitu caranya, kemana akan di bawa kekristenan itu? Dapat dipastikan jemaat akan hidup dalam kekeringan rohani, sementara sang pendeta cuci tangan dan berkata, yang penting saya sudah melayani dimengerti atau tidak itu bukan tugas saya yang penting Tuhan yang memberikan pertumbuhan. Itu sebab panggilan saya sangat kuat untuk mulai memikirkan sesuatu yang penting untuk dipahami oleh semua orang percaya agar hidup tidak tersesat. Saya berusaha menulis dengan rutin di blogs ini dan mencoba membuat blogs yang lain yang akan menjawab pertanyaan seputar pergumulan iman kristen. Semoga yang saya lakukan bukan asal berani tetapi sungguh dengan ketulusan dalam melayani Tuhan. Mari kita berani karena benar dan untuk kemuliaan Tuhan.
Komentar
Posting Komentar