Benang merah rencana Allah dan kehendak-Nya dibangun di dalam suatu lembaga yang Ia sendiri ciptakan yaitu keluarga. Lembaga pertama itu dibentuk dan diberkati agar bumi terpelihara dan diusahakan kelestariaannya dengan baik. Tangan yang agung itu bekerja di dalam sejarah hidup manusia dan memakai keluarga untuk mengerjakannya. Hadirnya keluarga di dalam dunia menjadikannya penuh warna yang indah. Mereka saling mencintai, menyayangi dan melayani dengan segenap hati. Namun sayang tak berapa lama lembaga yang Tuhan ciptakan itu menjadi kacau dan berujung saling menyalahkan, pasalnya ketika Tuhan meminta pertanggunganjawab mengapa mereka memakan buah yang dilarang oleh-Nya mereka saling mempersalahkan. Yang akhirnya membuat manusia jatuh dalam dosa dan binasa karenanya sehingga mengalami keterputusan hubungan dengan Allah. Namun yang menarik, Allah memberitakan tentang rencana keselamatan yang akan dikerjakan oleh-Nya melalui keturunan dari perempuan itu karena pada waktunya keturunan wanita itu akan meremukan kepalanya (Kej. 3:15). Tak berhenti disitu saja, benang merah itu terus berjalan dari PL; Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, Daud dll sampai ke era PB, yang kita jumpai bahwa penggenapannya di dalam calon keluarga Yusuf dan Maria. Rancangan Allah dibangun di dalam keluarga dan yang pertama kali mendengar tentang janji kelahiran seorang bayi yang datang sebagai Juruselamat itu adalah keluarga. Dalam hal ini kita melihat betapa indah Allah membingkai suatu rencana-Nya di dalam keluarga. Dan keluarga juga akhirnya yang menggenapi rencana indah itu. Apakah semua keluarga? Tentu saja tidak, hanya kelurga yang berkenan kepada-Nya. Karena itu indahnya natal bukan karena kita bisa menghiasi rumah kita dengan asesoris natal namun apakah keluarga kita telah menerima berita natal yang sesungguhnya di dalamnya.
Menerima Dia menjadi suatu keputusan yang sangat serius karena ternyata begitu banyak orang tertidur lelap, bahkan menutup pintunya dan menolak kehadiran-Nya di malam natal itu, saat Dia membutuhkan tempat bahkan Alkitab memberikan gambaran bahwa penginapan pun penuh terisi dan tertutup. Natal bukan berbicara tentang kado apa yang kita terima tetapi berbicara tentang suatu pertanyaan, 'apakah aku sudah menerima Dia?' Kandang dan kain lampin menjadi pertanda bahwa Ia tersingkirkan karena kenyamanan, kesibukan dan keegoisan hati manusia mewarnai kehidupan. Padahal rencana hadir-Nya sudah dinubuatkan sejak lama, melalui para nabi dan bahkan oleh Allah sendiri. Lagi-lagi, memang dunia sudah tertidur pulas, karena sesungguhnya kehadiran-Nya tak pernah diharapkannya. Penolakan malam itu menjadi suatu pertanda kalau memang manusia telah jauh terpisah dengan Allah. Namun yang menarik adalah hanya keluarga yang bersedia merekalah yang berbahagia, meski awalnya Yusuf ragu karena kenyataan itu tak mudah tapi syukur karena ada malaikat Tuhan yang mengingatkannya. Natal & Kelurga sebetulnya bukan sekedar menjadi kesempatan agar tiap-tiap keluarga bisa merayakannya bersama-sama namun menjadi momentum yang sangat indah dimana berita natal dapat dikabarkan kepada saudara-saudara kita yang belum percaya. Dengan harapan agar mereka bisa berjumpa secara pribadi dengan-Nya. Perjumpaan itulah yang mengikat seseorang dengan sang Natal. Natal yang bukan secara ritual tetapi merupakan pristiwa yang teraktual dalam tiap-tiap pribadi. Kisah natal menolong kita memahami tentang kasih Allah yang turun ke bumi. Mengikat yang fana kepada yang kekal. Mengikat bumi kepada surga mulia. Mengikat orang berdosa kepada Dia yang agung adanya. Ia yang mulia rela menjadi hina dan mengosongkan diri karena kasih yang besar. Ia mau tinggal di dunia sebagai manusia dan membatasi diri sebagai seorang hamba. Ia berserta dengan kita, Ia rela hidup bersama dengan manusia yang berdosa bahkan Ia rela mati sebagai wujud dari kasih-Nya pada kita yang diperkenan-Nya.
Karena itu, langkah indahnya bila kita merayakan natal dengan suatu pemahaman yang benar dan merayakannya dengan hati yang sungguh pengertian. Sehingga natal bukanlah sekedar hari raya yang biasa namun kita memahami dan mengalami pristiwa natal dengan penuh makna yang mendalam. Namun harus saya katakan bahwa lebih banyak gereja yang terbawa arus untuk merayakan asesoris dan suasana serta acara natal, namun lupa menangkap pesan penting di dalamnya sehingga berkali-kali merayakan natal tetap saja hidup menjadi kering tanpa gairah. Itu sebab saya tidak ambil pusing dengan mereka yang mengatakan 'haram mengucapkan selamat natal' mengapa? karena esensinya bukan terletak pada ucapan sebab nilainya jauh lebih penting dan lebih tinggi daripada itu. Biarkan mereka berkata haram dan tak mau mengucapkannya karena sejatinya natal adalah perjumpaan tiap-tiap pribadi dengan Tuhan yang hidup itu. Tidak diucapkan selamat natal tak mengapa, karena kita pun tidak wajib mengucapkan selamat kepada mereka yang merayakan hari rayanya. Itu sebab panggilan kita bukan mengucapkan selamat natal saja kepada saudara kita tetapi membagikan dan menceritakan berita natal kepada keluarga kita. Tak otomatis mereka menerima dan percaya namun ada kesempatan bagi mereka mendengar dan membuka diri bagi-Nya. Karena itu aktualisasikan natal dalam kehidupan keluarga kita masing-masing dengan hidup saling mengasihi sama seperti kasih Allah kepada kita. Bangunlah hubungan yang manis dan harmonis antara suami dan istri sehingga kasih Allah di dalam natal bukan hanya kita ucapkan tetapi sungguh diwujud nyatakan dikeseharian. Akhirnya, selamat merayakan natal.
Komentar
Posting Komentar