Langsung ke konten utama

Makin dekat Tuhan

Ada banyak pandangan rohani yang beredar bahwa semakin kita dekat dengan Tuhan maka kita semakin dilimpahi oleh-Nya dengan berkat kesehatan, materi dan mengalami terobosan di sana sini.  Konsep yang demikian tentu tidaklah sepenuhnya salah, namun dalam realitasnya ternyata kondisi yang terjadi justru terbalik.  Kita melihat gambaran nama tokoh-kokoh besar di dalam Alkitab misalnya, Abraham bukan hidup tanpa masalah.  Kondisi kekurangan makan pernah ia alami sehingga harus mengungsi ke Mesir.  Ia mengalami ujian yang sangat berat karena justru sebagai orang beriman ia belum menimang anak sampai pada usia tuanya.  Apa yang menjadi faktor, karena ia kurang dekat dengan Tuhan? Tentu saja tidak, karena ia adalah orang yang sangat dekat dengan Tuhan sehingga ketika ia diminta untuk mempersembahkan Ishak dengan keberanian yang besar ia mau melakukannya.  Kisah tokoh yang lain adalah Ayub, dalam kalimat pembuka pada pasal pertama Ayub digambarkan sebagai orang yang jujur, takut akan Allah dan menjauhkan diri dari segala macam kejahatan. Dalam tataran spiriualitas maka kita pasti berkata ini orang hebat dan luar biasa dekatnya dengan Tuhan, karena ia selalu mempersembahkan korban kepada Allah, apalagi kalau anaknya selesai melakukan pesta, ia segera mempersembahkan korban penghapusan dosa, ia takut anak-anaknya telah melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah.  Namun lagi-lagi kita menemukan kisah yang tidak "menyenangkan" tentang Ayub, ia yang dekat dengan Tuhan dan begitu taat justru mengalami pergumulan, penderitaan dan kesengsaraan yang begitu amat dalam dan berat.  Mulai dari harta bendanya, anaknya, istrinya, kesehatannya dan teman-temannya, ia kehilangan mereka semua. Pada titik ini kita menemukan 'ketiadahadiran Allah', Ia seakan berdiam diri dan membisu. Pada bagian ini apakah kita harus menyimpulkan bahwa orang yang ikut Tuhan pasti sengsara dan tidak dipedulikan oleh Tuhan? Wah menurut saya jangan buru-buru menjatuhkan vonis.  Babak demi babak yang tak mudah bahkan mungkin sampai seseorang mengalami babak belur pun tak ada hak kita untuk berkata apa-apa. Itu sebab sebetulnya makin dekat seseorang dengan Tuhan, maka mereka semakin belajar, step by step memahami jalan-jalan-Nya.  Bahwa, jalan-jalan Allah tak selalu menyenangkan dan selalu menyedihkan karena dikemudian hari Ayub mendapatkan kebaikan Allah yang berlipat-lipat.  

Jalan Allah selalu baik bagi mereka yang bersandar pada-Nya meski jalan itu penuh duri dan krikil-krikil tajam. Awalnya mungkin engkau tak paham kenapa Allah memiliki jalan yang tak mudah untuk dipahami dan ditempuh seakan engkau ingin segera sampai dan segera tahu maksud Allah membawa engkau ke sana, tentu ini menjadi godaan yang paling sering terjadi dalam kehidupan keberimanan kita.  Namun pernahkah engkau tahu bahwa jalan-jalan Tuhan bukanlah jalan yang mudah, anda harus menyangkal diri dan memikul salib dan mengikuti-Nya dengan kata lain kehendak-Nyalah yang kita ikuti.  Di dalam jalan-Nya kita membiarkan Dia menuntun kita dengan cara-Nya.  Di dalam jalan-Nya itu kita akan dibawa untuk mengalami perjumpaan dengan siapa Allah yang sesungguh-Nya.  Tentu ini menjadi hal yang sangat pribadi antara aku dan Dia, aku mengenal Dia dan Dia 'mengenal siapa aku'.  Pengenalan semacam ini tidak bisa diwakili oleh siapa pun.  Semakin dekat kita dengan Dia, maka semakin jelaslah kita mengenal, siapa Allah yang kita percaya.  Allah bisa berdialog melalui banyak hal namun satu hal yang tidak boleh kita lupa bahwa tiap-tiap orang yang menaruh diri dalam tuntunan tangan-Nya maka mereka akan menemukan suatu kepuasan yang tak bisa diwakilkan oleh apa pun. Sama seperti kepuasan ketika kita bisa memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain melalui apa yang kita bisa - punya.  Tahukah anda yang membuat saya puas dan bersukacita? Yaitu ketika saya bisa menulis dan tulisan itu menjadi berkat. Selain saya sendiri diberkati tentu saya ingin banyak orang di dunia online mengalami berkat yang sama.  Saya bukanlah seorang penginjil yang hebat atau seorang pendeta yang luar biasa, namun saya tahu bahwa inilah jalan yang Tuhan bukakan dan saya mau belajar taat mengerjakannya.  Apa yang membuat Abraham, Ayub, Yusuf dan bahkan Paulus serta rasul lainnya rela habis-habisan sampai mereka harus mengalami pergumulan yang berat dalam menggenapi kehendak Tuhan dalam hidup mereka? Karena di dalamnya mereka bisa merasakan suatu kedekatan dengan Tuhan. Kedekatan bukan dalam keadaan yang enak saja namun kedekatan dalam situasi yang sulit bahkan mereka pun tak pernah tahu kenapa Tuhan membawa mereka dalam kondisi yang demikian.  Namun iman mereka tetap teguh dan mereka tetap bisa menyaksikan kebaikan Tuhan yang selalu mengalir seperti sungai yang tak henti memberikan kehidupan dan kekuatan pada jiwa yang kering. 

Makin dekat dengan Tuhan maka kita semakin memahami kebenaran-Nya.  Kedekatan yang sungguh tak sekedar ritual keagamaan yang kita bagun dalam rutinitas keseharian atau kegiatan spiritualitas gereja.  Namun di dalamnya kita membangun diri dalam kehidupan yang mau belajar kebenaran-Nya dan kebenaran itu ada di dalam Firman-Nya dan kebenaran itu memerdekakan kita.  Doa yang banyak, pujian yang sungguh-sungguh dan liturgi yang baik perlu ada namun kebenaran firman Tuhan harus menjadi makanan yang utama tak sekedar basa basi di dalam gereja atau suatu selipan dalam acara, hanya sekedar kata pengisi acara.  Sebab kehidupan yang sungguh dan bermakna sejatinya harus dibangun di dalam dasar yang benar, yaitu kebenaran firman Tuhan. Yesus dengan tegas berkata bahwa manusia hidup bukan dari roti saja namun dari firman Allah. Firman Allahlah yang menjadi sumber kehidupan. Jadi tanpa kerinduan terhadap firman tak mungkin kita makin dekat dengan Alllah. Kecuali kedekatan yang kita bangun hanya dalam tata krama dan basa basi semata. Saya terlalu muak dengan orang yang pamer kerohaian namun sejatinya kebenaran firman Tuhan tak diwujudnyatakan. Di depan mata seakan menjadi orang yang sangat dekat dengan Tuhan namun di luar sana kehidupannya liar dan tak beraturan.  Sejatinya kebenaran bukan aktualisasi diri dalam kehidupan keagamaan yang seakan kita menepuk dada bahwa kita lebih hebat dari para pendosa. Namun harusnya menjadi warna yang dihidupkan dalam keseharian.  Sehingga belajar, memahami kebenaran dan menjalankan kebenaran menjadi satu hal yang sejalan, tanpa harus bertolak belakang.  Dengan kata lain, makin dekat dengan Tuhan maka kita makin menghayati kebenaran dan melaksanakan di setiap ruang gerak kehidupan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akibat memandang ringan hak kesulungan

“ . . . . . . . Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.” Kejadian 25:34 Ada beberapa alasan mengapa di dalam Alkitab dicatat bahwa Esau memandang ringan hak kesulungan itu: 1.   Karena dia berkata bahwa hak kesulungan itu tidak ada gunakanya baginya sebab, menurut Esau sebentar lagi dia akan  mati, ayat. 32. 2.     Karena bagi Esau hak kesulungan sejajar dengan makanan dan minuman (kacang merah), ay. 34. 3.       Karena Esau mempunyai nafsu yang rendah, Ibrani 12:16. Penting bagi kita untuk melihat kegigihan Yakub yang berusaha mendapatkan hal kesulungan tersebut dan merebutnya dari Esau. Yakub yang adalah adik Esau justru memandang pentingnya hak kesulungan itu. Dia meminta kepada kakaknya Esau melakukan barter roti dan masakan kacang merah untuk ditukarkan dengan hak kesulungan. Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa ketidakmampuan Esau dalam menghargai anugerah Tuhan, bisa saja membuat Esau bernafsu rendah dan secara mudah menyerahkan hak kesulu

Menggarami atau Digarami

Matius 5:13 Matius pasal 5 adalah merupakan bagian dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit yang ditujukan kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengawali khotbah-Nya dengan menyampaikan tentang “Ucapan Bahagia”, kemudian diteruskan dengan berkata kepada mereka, “Kamu adalah Garam Dunia”. Garam tentu bukan suatu yang asing bagi pendengarnya dan bagi kita.   Namun dari dalamnya kita bisa menemukan beberapa kebenaran yang dimunculkan melalui ayat 13 tersebut:     1.     Orang Percaya adalah “Garam” Kita mengerti garam dan juga mengerti rasanya serta kita juga mengerti fungsinya.   Sehingga garam yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di sini sebetulnya sangat mudah dimengerti oleh semua orang dan pengengarnya pada waktu itu.   Garam adalah merupakan suatu gambaran sederhana yang sengaja diangat untuk menyatakan kebenaran yang besar yang ingin Ia sampaikan.   Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai garam yang ada di dapur, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging, p

Kekristenan yang bertumbuh

Pertumbuhan merupakan suatu taget dari kehidupan Kristen.  Ketika seseorang menerima Tuhan Yesus Kristus, maka sejak itulah ia harus mengalami suatu pertumbuhan iman.  Sehingga ada istilah pertumbuhan gereja yang sebetulnya memiliki makna bukan gereja dalam arti bangunan, organisasi atau jumlah kegiatannya tetapi pertumbuhan orang-orang di dalamnya.  Dan itu melingkupi jemaat, pengurus termasuk pelayanan atau hamba Tuhan di dalamnya.  Ketika orang-orangnya banyak dalam kuantitas tetapi tidak bertumbuh dalam kualitas maka sebagai pemimpin gereja saya rasa menjadi sangat perlu bagi gereja untuk segera berbenah diri dan mengarahkan tiap-tiap orang pada pertumbuhan seperti yang Ia kehendaki. Pada siapakah gereja harus bertumbuh? Gereja harus bertumbuh pada pengenalan yang dalam akan Dia, pelayanan yang berfokuskan Dia dan kebanggaan akan Dia.  Bagaimana Kekristenan menghidupi firman Tuhan dalam hidupnya, melayani Dia, hidup benar dalam setiap ruang lingkup kehidupan dan menjadi gara