Harga
diri menjadi hal yang tak bisa diremehkan dalam kehidupan sehingga
setiap orang berjuang untuk mendapatkannya. Kalau bisa harga diri kita
jangan diinjak-injak, diremehkan dan diabaikan oleh orang lain. Kita
ingin muncul sebagai seseorang yang memiliki harga diri dan orang lain
pun dapat mengakuinya.
Pope
berkata, "Harga dirilah yang membuat manusia menjadi seseorang, dan
orang harusnya menginginkannya; yang lainnya hanyalah kulit atau bagian
yang tak penting." Itu sebab kalau orang bekerja dan menghasilkan uang
sebanyak-banyaknya tujuannya adalah demi harga diri. Harga diri menjadi
sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan sehingga semakin banyaknya
harta, banyaknya relasi, banyak properti, banyaknya gaji, banyaknya
pujian dan naiknya jabatan maka seiring dengan itu harga diri kita pun
seakan makin oke. Yang lain kita kejar, kita raih dan peroleh hanya
untuk menjadi pelengkap dan penyedap harga diri kita agar semakin meningkat dan mantap.
Jadi
bila berbicara tentang hidup maka bukan hanya berbicara tentang syukur,
rasa cukup dan ibadah kepada Tuhan. Namun di dalam kita mengisi dengan
segala hal yang kita yakini dapat membawa nilai tambah untuk harga
diri. Sehingga orang bekerja orientasinya adalah uang
sebanyak-banyaknya yang dapat diperoleh. Lalu menumpuknya untuk diri
kemudian kita bisa berbangga dan menepuk dada, lihat saya, lihat
keberhasilan saya, dan lihat kehebatan saya. Dengan demikian kita tidak
lagi memusatkan hidup kepada Tuhan karena kita merasa dirilah
segalanya. Kalau bisa Tuhanlah yang berpusat pada saya. Lagi-lagi demi
harga diri Tuhan bukan diper-Tuan tetapi diperhamba sang aku demi suatu
ambisi harga diri.
Semangat
yang demikian semakin bertumbuh dan menjamur dalam diri seseorang bila
dia tidak mengenal siapa dirinya yang sesungguhnya dihadapan Tuhan. Diri
yang daging ini terus menerus ingin mendulang kemuliaan dan meraupnya
demi kesenangan di hadapan manusia. Sehingga baik politik, ekonomi,
agama, pendidikan dan lain sebagainya sering kita perhamba untuk harga
diri. Kita sudah tidak peduli lagi entah aku melakukannya dengan benar
atau tidak. Cara-cara yang kacau, jahat dan manipulatif pun dijalani
agar tujuan itu tercapai. Itu sebab pendeta sering kali memakai ayat
suci dan agama untuk menipu umat-Nya dan anehnya umat pun mau tertipu
olehnya. Minat harga diri itu pun makin tak terpuji dan menjadi-jadi
bila tak segera berhenti dan berjumpa dengan sang Ilahi. Memang kata
kuncinya adalah perjumpaan dengan-Nya adalah kekuatan yang paling
sejati. Yudas Iskariot adalah seorang pengikut namun tidak pernah
berjumpa dan mengalami Kristus secara pribadi dalam hidupnya sehingga
tujuannya mengikut Yesus hanyalah berbicara tentang untung rugi.
Ternyata baginya mengikuti Yesus bisa menjadi alat untung, yang
pertama ia bisa dikenal orang sebagai pengikut Yesus. Kedua karena dia
bisa mengambil kas pelayanan demi nafsu rendahnya. Apa bedanya dengan
pendeta jahat? Mereka di puja umat sebagai pendeta dan umat tahu mereka
adalah seorang pendeta yang tak mungkin berjalan di jalan yang sesat
namun apa dikata ketika nafsu itu mengikat dan menggelapkan mata maka seorang pendeta pun bisa
tergelincir mengajarkan kepada umat bahasa-bahasa rohani dan dan iming-iming
mengatas namakan Tuhan dan pelayanan. Mereka mempemainkan emosi jemaat dengan
lagu-lagu yang menggetarkan emosi dan main comot ayat sana sini, lepas dari
konteks yang sesungguhnya. Bahasanya sangat rohani, beri 10 maka Tuhan akan
mengembalikan 20, 30 bahkan sampai 100 kali lipat. Kata-kata itu sering
kali menjadi alat untuk menggugah hati umat. Kalau ingin sembuh, ingin
kaya dan ingin ini dan itu maka harus ini dan itu. Dan memang tak dapat
dipungkiri gereja yang bersuara demikian laris manis dan bak semut mendatangi gula-gula.
Namun
saya menjadi takut dan gelisah, jangan-jangan kita sebagai pelayan Tuhan melayani
bukan untuk mengajarkan kebenaran kepada umat agar umat
semakin mengenal Tuhan, mencintai Tuhan serta melayani-Nya dengan sungguh-sungguh namun kita telah membawa dan
mengajarkan kepada Jemaat tentang cinta akan diri sendiri dengan memperalat
Tuhan demi menggapai ambisi. Sulit memahami dan menerima suatu pengajaran tentang "berkorban" karena spiritnya kalau kita sudah ikut Tuhan, melayani Tuhan
dan mengerjakan banyak hal untuk Tuhan harusnya mendapatkan imbalan seperti harapan hamba kepada tuannya, setidaknya pujian dan sanjungan. Saya berdoa kiranya, kita
melakukan segala sesuatu termasuk pelayanan bukan untuk kemuliaan
diri namun demi kemuliaan nama Tuhan saja.Dan semangat yang demikian perlu terus kita bangun dan tumbuh kembangankan dalam perjalanan mengikut Tuhan.
Komentar
Posting Komentar