Langsung ke konten utama

Jalan Pintas atau Kualitas?

Daniel 1:1-21, mengungkapkan kebenaran yang sangat mencengangkan.  Kekalahan raja Yehuda dalam melawan raja Nebukadnesar menimbulkan suatu efek yang tidak menyenangkan walau situasi itu ada dalam ketetapan dan kehendak Tuhan.  Namun runtuhnya kerajaan Yehuda itu bukan hanya membuat perkakas-perkakas di rumah Allah itu harus terbawa oleh musuh yang tadinya menjadi alat kemuliaan di rumah Tuhan dan kini menjadi alat penyembahan untuk dewa-dewa, tetapi juga beberapa orang dari Israel, terutama orang muda dari keturunan raja dan kaum bangsawan turut diangkutnya menjadi tawanan.  Semua peristiwa ini tentu terjadi karena perbuatan Israel yang sudah serong menyembah allah lain sehingga Allah membawa mereka ke dalam pembuangan itu.

Namun menarik bahwa di dalam keterpurukan itu raja meminta kepada Aspenas, kepala istananya untuk membawa beberapa orang Israel untuk diajarkan tulisan bahasa Kasdim.  Mereka didik selama tiga tahun dan sesudah itu mereka bekerja pada raja. Namun kualitas hidup mereka menjadi pintu masuknya sehingga secara moral, secara ilmu dan kemampuan bekerja, mereka dianggap memenuhi syarat.  Keunggulan karena kualitas itu menjadi modal mereka berjuang di negeri orang untuk menyatakan nilai hidup yang berbeda sebagai orang yang percaya. Kualitas hidup bisa mereka buktikan digelanggang kehidupan. Tak sekedar beriman teguh namun menghidupi iman dengan menjalankannya menjadi kekuatan yang bisa dirasakan oleh lingkungan. Apa yang kita perhatikan di sini bahwa Daniel dan kawan-kawan tidak sekedar jago kandang lalu gagap saat beradaptasi dengan lingkungan luar.  Mereka tak sekedar fasih dalam berteologi namun kuat dalam praktik kehidupan biar pun itu sekelas raja Nabukadnesar, raja yang cerdas menginginkan mutu yang tinggi bahkan saat memilih orang-orang yang bisa mendukung pemerintahannya.  Pengulatan hidup bisa menjadi alat yang sangat ampuh untuk mempertunjukkan kualitas hidup orang Kristen.  Dipilih karena kualitas lebih mulia daripada sekedar dipilih karena suatu selera atau rasa.  Raja Nebukadnesar termasuk raja yang bijaksana, ia memilih tak sekedar menuruti rasa dan selera namun kualitas pun diperhatikannya juga.

Sikap untuk tidak makan-makanan raja adalah merupakan sikap rohani dari Daniel dan kawan-kawan bukan hanya sekedar sikap memilih menu makanan saja.  Tentu tak mudah menyatakan sikap yang demikian namun sikap itu menjadi penting sebab melaluinya mereka dapat bersaksi kepada banyak orang bahwa tanpa makanan santapan raja pun orang bisa sehat dan gemuk. Tentu bukan karena makanan itu yang membuat mereka sehat dan gemuk tetapi karena penjagaan dan pemeliharaan Tuhan ada atas mereka.  Karena itu tak penting kita makan enak atau tidak, hidup di negara yang nyawan atau tidak karena yang kita tahu Tuhan pasti pelihara seturut dengan cara-Nya apa pun situasinya. Pengajar yang salah membawa jemaat memahami bahwa ketika hidup enak berarti kita diberkati tetapi saat penuh kesulitan kita tertutuk, padahal tidak selalu demikian.  Itu sebab kita butuh bijaksana untuk melihat maksud dan rencana Tuhan.  Tak perlu menebak ini dan itu dan Tuhan sedang berbuat apa di dalamnya? Namun harusnya kecerdasan orang yang percaya dengan Tuhan atau tidak harusnya terlihat nyata, dan itu yang ditunjukkan Daniel dan kawan-kawan bahwa mereka lebih cerdas sepuluh kali lipat dari mereka yang berilmu dan ahli jampi yang ada di sana.  Karena itu agar kita lebih cerdas memang kita perlu hikmat Tuhan itu tetapi kita pun harus sepuluh kali lebih banyak tahu dan belajar daripada mereka yang tidak mengenal Tuhan itu.  

Karena itu berikan waktu yang sebanyak-banyaknya untuk belajar dan membaca buku sehingga pemahaman-pemahaman bahkan demi pemahaman kita dapatkan.  Tak ada jalan yang lebih baik untuk kita pintar selain dari belajar sebanyak-banyaknya ilmu sehingga kita bisa menjadi jawab bagi berbagai persoalan kehidupan dan bisa bertanding dengan elegant di dalam perlombaan kehidupan. Itu sebab saya melatih diri untuk terus belajar dan belajar, dan terus menulis dan menulis, apa gunanya? Tentu banyak sekali, saya bisa berdampak dalam menyumbangkan pemahaman dan menguatkan pembaca dalam iman yang bersandar pada Tuhan.  Lebih dari itu saya bisa membangun diri dalam pemahaman yang utuh dan berpikir yang konsisten dan sistematis.  Sehingga kalau saudara ikuti terus menerus tulisan saya maka saya merasa banyak sekali pertambahan pemahaman dan kosa kata, dan saya merasa ada kemajuan demi kemajuan yang ada.  Dulu saya bingung memulainya dari mana, tetapi kini bisa mengalir seperti air sungai yang menuju sasarannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akibat memandang ringan hak kesulungan

“ . . . . . . . Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.” Kejadian 25:34 Ada beberapa alasan mengapa di dalam Alkitab dicatat bahwa Esau memandang ringan hak kesulungan itu: 1.   Karena dia berkata bahwa hak kesulungan itu tidak ada gunakanya baginya sebab, menurut Esau sebentar lagi dia akan  mati, ayat. 32. 2.     Karena bagi Esau hak kesulungan sejajar dengan makanan dan minuman (kacang merah), ay. 34. 3.       Karena Esau mempunyai nafsu yang rendah, Ibrani 12:16. Penting bagi kita untuk melihat kegigihan Yakub yang berusaha mendapatkan hal kesulungan tersebut dan merebutnya dari Esau. Yakub yang adalah adik Esau justru memandang pentingnya hak kesulungan itu. Dia meminta kepada kakaknya Esau melakukan barter roti dan masakan kacang merah untuk ditukarkan dengan hak kesulungan. Dalam hal ini kita bisa belajar bahwa ketidakmampuan Esau dalam menghargai anugerah Tuhan, bisa saja membuat Esau bernafsu rendah dan secara mudah menyerahkan hak kesulu

Menggarami atau Digarami

Matius 5:13 Matius pasal 5 adalah merupakan bagian dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit yang ditujukan kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya. Yesus mengawali khotbah-Nya dengan menyampaikan tentang “Ucapan Bahagia”, kemudian diteruskan dengan berkata kepada mereka, “Kamu adalah Garam Dunia”. Garam tentu bukan suatu yang asing bagi pendengarnya dan bagi kita.   Namun dari dalamnya kita bisa menemukan beberapa kebenaran yang dimunculkan melalui ayat 13 tersebut:     1.     Orang Percaya adalah “Garam” Kita mengerti garam dan juga mengerti rasanya serta kita juga mengerti fungsinya.   Sehingga garam yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di sini sebetulnya sangat mudah dimengerti oleh semua orang dan pengengarnya pada waktu itu.   Garam adalah merupakan suatu gambaran sederhana yang sengaja diangat untuk menyatakan kebenaran yang besar yang ingin Ia sampaikan.   Tuhan Yesus tidak berbicara mengenai garam yang ada di dapur, yang dipergunakan untuk mengawetkan daging, p

Kekristenan yang bertumbuh

Pertumbuhan merupakan suatu taget dari kehidupan Kristen.  Ketika seseorang menerima Tuhan Yesus Kristus, maka sejak itulah ia harus mengalami suatu pertumbuhan iman.  Sehingga ada istilah pertumbuhan gereja yang sebetulnya memiliki makna bukan gereja dalam arti bangunan, organisasi atau jumlah kegiatannya tetapi pertumbuhan orang-orang di dalamnya.  Dan itu melingkupi jemaat, pengurus termasuk pelayanan atau hamba Tuhan di dalamnya.  Ketika orang-orangnya banyak dalam kuantitas tetapi tidak bertumbuh dalam kualitas maka sebagai pemimpin gereja saya rasa menjadi sangat perlu bagi gereja untuk segera berbenah diri dan mengarahkan tiap-tiap orang pada pertumbuhan seperti yang Ia kehendaki. Pada siapakah gereja harus bertumbuh? Gereja harus bertumbuh pada pengenalan yang dalam akan Dia, pelayanan yang berfokuskan Dia dan kebanggaan akan Dia.  Bagaimana Kekristenan menghidupi firman Tuhan dalam hidupnya, melayani Dia, hidup benar dalam setiap ruang lingkup kehidupan dan menjadi gara