Berita
duka tentu sudah biasa di dengar oleh telinga kita bahkan mungkin dari
antara kita pernah mengalaminya secara pribadi karena orang terdekat
yang kita kasihi pergi pulang ke rumah Bapa di surga. Peristiwa itu
tentu sangat menyedihkan dan memukul sebab tak semua orang siap dan
mampu menahan emosi bahkan memiliki pemahaman yang baik tentang
peristiwa yang sedang di hadapi. Mudah bagi kita untuk memahami kalau
orang tersebut mati tua ketimbang mati muda meninggalkan anak, atau
suami atau istri, dll.
Namun
kita tak punya daya untuk menahan agar kematian itu tak datang meski
berbagai hal mungkin sudah kita usahakan agar yang terbaik terjadi.
Beberapa waktu lalu saya mendengar 6 orang di kampung saya mati
tenggelam karena perahu yang ditumpangi karam menghempas batang pohon di
pinggiran sungai. Dan hari ini seorang rekan dan pelayan Tuhan juga
masih ada hubungan saudara dipanggil oleh Dia sang pemilik hidup itu.
Saat
kita hidup suatu kenyataan yang harus kita tahu bahwa di ujung sana ada
kematian yang menanti entah kapan dia datang namun yang pasti cepat
atau lambat itu akan dialami tiap-tiap orang. Kematian sama pentingnya
dengan kehidupan. Kematian yang tak terhindarkan tentu membuat kita
harus sadar bahwa ternyata hidup saya ini ada akhirnya dan penting agar
bermakna. Kalau demikian apa yang saya lakukan dengan hidup yang
dijalani itu sangat penting untuk dipikirkan dengan bijaksana. Saya
harus berpikir, berencana, bekerja keras dan berarti bagi sesama.
Sehingga hidup tak sekedar berlalu namun bermutu. Waktu demi waktu
digunakan dengan sebaik mungkin, tak ada yang dilewatkan tanpa arti.
Tiap-tiap orang harus bertarung melawan segala kemalasan, kefasifan,
ketidakpedulian, dan melawan daging ini yang selalu cengeng, maunya
selalu dimanja saja. Itu sebab pola hidup harus dikelola sedemikian
rupa. Arah hidup harus jelas sehingga bertujuan dan berpengharapan.
Karena saat kematian itu datang, anda akan bangga dan berkata, "sekarang
aku tidak takut mati, karena aku telah menaklukkannya saat aku hidup."
Kematian bukanlah apa-apa, dia adalah sobat yang baik yang datang untuk
membawa saya berjumpa dengan bapa di surga. Karena itu Alkitab berkata, "Hendaklah engkau setia sampai mati,
dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan" Wahyu 2:10b. Ia
datang bukan dengan membawa cambuk atau pukulan yang menyakitkan, namun
rangkulan dan pelukan yang mesra.
Ketika
kematian itu datang, ia bagaikan kawan yang datang dengan senyum
gembira dan tangan yang terbuka. Itu sebab dikatakan "Berbahagialah
orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya
mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala
perbuatan mereka menyertai mereka" Wahyu 14:13. Bahagia yang
betul-betul bahagia adalah kematian itu. Di sana seseorang
beristirahat, berhenti dari kehidupan namun segala perbuatan mereka
menyertai kepergian mereka. Ternyata di dalam mati kita kita tahu apa
arti hidup kita, apakah perbuatan kita berdampak bagi orang yang kita
kasihi atau sesama di sekitar kita. Apakah mereka akan datang melihat
jasat kita dan turut sedih ketika kita meninggalkan mereka? Apakah
mereka turut mengucapkan rasa simpati yang terdalam kepada keluarga yang
kita tinggalkan? Kalau pun orang lain tidak melakukannya tentu kita
juga jangan terlalu sedih karena kunci yang terpenting adalah apakah
kita mati di dalam Tuhan atau tidak? Kita hidup menyenangkan hati Tuhan
atau tidak? kalau iya, maka kitalah yang paling berbahagia karena dengan
matinya kita maka kita mati disambut-Nya dan itulah kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar